Makalah NGT dan Pemeriksaan Fisik

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).
Untuk memenuhi kebutuhan pasien, pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memasukan dan melakukan perawatan NGT adalah sangat dibutuhkan.
Bagi anak-anak,kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti anomali anatomi jalan makanan;oesophagus atau alat eliminasi, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan atau tidak sadarkan diri. Keselamatan adalah selalu menjadi perhatian,dimana kerjasama perawat pasien dan keluarga sangat dibutuhkan dan pada sebagian anak terkadang agak sedikit dipaksakan.
Sebagai perawat profesional,harus berhati-hati dalam melaksanakan tindakan serta memperhatikan keunikan variasi di dalam melaksanakan tindakan secara aman dan nyaman. (WALLEY & WONG, 2000).
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhudenyut dantekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

B.       Tujuan dan Manfaat Tindakan

Naso Gastric Tube digunakan untuk:
1.         Mengurangi isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung(cairan,udara,darah)
2.         Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3.         Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung





















BAB II

PEMBAHASAN


A.      Pemasangan NGT

Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.
Pelaksana harus seorang professional kesehatan yang berkompeten dalam prosedur dan praktek dalam pekerjaannya.
Pengetahuan dan ketrampilan dibutuhkan untuk melakukan procedure dengan aman adalah :
1.    Anatomi dan fisiologi saluran gastro-intestinal bagian atas dan system pernafasan..
2.    Kehati-hatian dalam procedure pemasangan dan kebijaksanaan penatalaksanaan NGT.
Pengetahuan mendalam pada pasien ( misalnya : perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat mambuat sulitnya pemasangan NGT tersebut
Peralatan
·       Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien)
·       Pelumas/ jelly
·       Spuit berujung kateter 60 ml
·       Stetoskop
·       lampu senter/ pen light
·       klem
·       Handuk kecil
·       Tissue
·       Spatel lidah
·       Sarung tangan dispossible
·       Plester
·       Kidney tray
·       Bak instrumen
Ukuran Selang Nasogastric
·       Digunakan berbagai ukuran selang, and pemilihan ukuran yang sesuai tergantung pada tujua penggunaan dan perkiraan lama/ durasi penggunaan selang
·       Selang berdiameter kecil ( 8 Fr sampai 12 Fr ), lunak, fleksible, sering digunakan untuk pasien yang membutuhkan enteral feeding untuk kurang dari 6 minggu
·       NGT berdiameter besar, kurang flexible, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat, dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk feeding jangka pendek ( biasanya kurang dari 1 minggu ).
·       Keuntungan NG tubes ukuran kecil dengan ukuran besar meliputi : kurang menimbulkan trauma pada mukosa nasal baik selama pemasangan maupun NG tube insitu, dan toleransi klien lebih
·       Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan propilaksis untuk pencegahan gastro-oesofageal reflux dan micro-aspiration isi lambung, ke dalam jalan napas bagian bawah meskipun masih kontroversial sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan komplikasi-komplikasi ini.
·       Displacement dapat terjadi ukuran besar maupun kecil, namun ukuran kecil lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda dapat terlihat dari luar, dan mudah terjadi kemacetan dan melilit.
·       Insertion of the NG tube adalah suatu procedure yang kompleks, and membutuhkan skill and keahlian sebaimana kesalahan-kesalahan penempatan dapat berakibat pada komplikasi-komplikasi .
·       Selama awal pemasangan NGT, misplacement dapat meliputi respiratory tract , brain, oesophagus, peritoneum, stomach (duodenal tube) and intestine (gastric tube) .
·       Upward displacement meningkatkan resiko pada pulmonary aspiration, sedangkan downward displacement meningkatkan resiko feeding intolerance jika formula atau obat-obatan diberikan melalui tubing itu.

Hasil yang Diharapkan
1.        Klien tidak mempunyai keluhan mual atau muntah.
2.        Klien berkurang rasa nyeri
3.        Distensi abdomen berkurang
4.        Kebutuhan Nutrisi terpenuhi
Langkah Pelaksanaan
1.      Cuci tangan dan atur peralatan
2.      Jika memungkinan,jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
3.      Identifikasi kebutuhan ukuran NGT klien
4.      Bantu klien untuk posisi semifowler
5.      Posisi klien yang diperlukan :Jika klien sadar dan bisa komunikasi maka posisisnya sitting position in high-Fowler’s dan jika klien tidak sadar (unconscious) posisinya kepala kebawah, sedikit miring kearah kiri dan posisi badan klien tidur terlentang.
6.      Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominant kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)
7.      Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas
8.      Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien
9.      Gunakan sarung tangan
10.  Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil
11.  Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih
12.  Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut
13.  Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan
14.  Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam
15.  Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.
16.  Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang
17.  Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan untuk memfiksasi slang.
18.  Kurangi manipulasi atau merubah posisi klien sewaktu memasukan NGT, termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkan cervical injury karena manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melaksanakan prosedur.
19.  Stabilisasikan posisi kepala.
Initial Confirmation of Position
Posisi tubing yang benar harus dipastikan seebelum penggunaan NGT untuk tujuan apapun. Biarkan guide wire di tempat sampai posisi.Untuk meyakinkan tubing di dalam lambung sebelum cairan diberikan. Cirgin-Elliott et al (1999)
X-Ray confirmation , harus dilakukan pada semua klien, •
 Peringatan : X Ray confirmation hanya valid pada waktu X_Ray dilakukan. Warning – x-ray
Semua NGT yang telah dimasukkan, harus mempunyai X-Ray Thorax dan upper abdomen untuk konfirmasi X-Ray harus di review oleh seorang dokter dan konfirmasi tentang posisi di catat dalam catatan medis. Kemudianm introducer dapat di removed dan aspirate di test untuk di check pH-nya. Metheny N.A.& Titler M (2001)
Testing of aspirate
·            Sebelum aspirating flush the tube dengan 20ml udara untuk membebaskan selang NGT dari zat-zat lain (gunakan syringe > 30mls).
·            Aspirate 20 mls dari tubing( gunakan large syringe > 30mls) and test on pH dengan indicator strips.
·            pH 4 atau kurang mengindikasikan gastric placement dan confirms correct positioning.
Nutrisi Enteral
Nutrisi Enteral merupakan pemberian nutrient melalui saluran cerna dengan menggunakan sonde (tube feeding). Nutrisi enteral direkomendasikan bagi pasien-pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui asupan oral. Pemberian nutrisi enteral dini (yang dimulai dalam 12 jam sampai 48 jam setelah pasien masuk ke dalam perawatan intensif [ICU]) lebih baik dibandingkan pemberian nutrisi parenteral.
Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain: 
·            Mempertahankan fungsi pertahanan dari usus
·            Mempertahankan integritas mukosa saluran cerna
·            Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
·            Mengurangi proses katabolic
·            Menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna
·            Mempercepat penyembuhan luka
·            Lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral
·            Lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan Nutrisi Parenteral
·            Pasien-pasien yang dapat diberikan nutrisi enteral adalah mereka yang tidak bisa makan, tidak dapat makan, dan tidak cukup makan (ASPEN, 1998)
“Bila usus bekerja, gunakanlah.” Kalimat yang sudah sering diucapkan berulang-ulang kali itu, merupakan panduan untuk pemberian dukungan nutrisi.
Biasanya, adanya bunyi usus dan flatus merupakan indikator bahwa saluran cerna berfungsi, khususnya pada pasien-pasien paska pembedahan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa motilitas saluran cerna yang menurun pada periode paska operasi ini, hanya mempengaruhi lambung dan usus besar (kolon), dan tidak mempengaruhi fungsi usus halus.
Berkurangnya ataupun hilangnya bunyi usus tidak perlu sampai menghambat pemberian nutrisi enteral (Lewis et al 2001).
Sebaliknya, adanya bunyi usus juga tidak menjamin bahwa pemberian nutrisi enteral bisa sukses, misalnya pada pasien-pasien dengan Intractablle diarrhea.
Dokumentasi
Catat hal-hal berikut pada lembar dokumentasi:
·            Tanggal dan waktu insersi slang
·            Warna dan jumlah drainase
·            Ukuran dan tipe slang
·            Toleransi klien terhadap prosedur

B.       Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT
Indikasi:

·            Pasien dengan distensi abdomen karena gas,darah dan cairan
·            Keracunan makanan minuman
·            Pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT
·            Pasien yang memerlukan NGT untuk diagnosa atau analisa isi lambung

Kontraindikasi:

Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan berlebihan kepada beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya sewaktu memasang NGT,seperti: 

·            Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi intracranial.
·            Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion juga beresiko untuk esophageal penetration.
·            Klien dengan Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan NGT, pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT .

     Perhatikan sewaktu memasukan NGT kepada Klien dengan suspected cervical spine injury Hypoxia, cyanosis, or respiratory arrest due to accidental tracheal intubation.

Komplikasi yang Disebabkan oleh NGT
1.      Komplikasi mekanis 
·         Sondenya tersumbat.
·         Dislokasi dari sonde, misalnya karena ketidaksempurnaan melekatkatnya sonde dengan plester di sayap hidung.
2.      Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
·         Yang menyerupai jerat
·         Yang menyerupai simpul
·         Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.
Hal ini dapat langsung menyebabkan diare. Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi




Proses Keperawatan
Proses Keperawatan pada Klien dengan Pemasangan NGT
Pengkajian
Biodata klien: 
Nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, Diagnosa medis,Tanggal admission. Riwayat kesehatan: Riwayat Masa lalu klien, Riwayat kesehatan keluarga dan Riwayat kesehatan klien saat ini.
Kondisi kesehatan saat ini

Pemeriksaan fisik:
·         Kesadaran umum: Allert/letargic, (regular/irregular),Pulse rate,Blood pressure.
·         Tanda-tanda Vital: Respiration(regular/irregular),Respiration rate,Pulse rate,Blood pressure.
·         Head to too; Apakah terdapat trauma di bagian kepala; nasophageal trauma,skull fracture,maxilo fracture,cervical fracture, disphagia, atresia oesophagus,naso-oro-pharyngeal burn.apakah terdapat paresthesia, hemipharesis,Apakah terdapat alat bantu pernafasan; pemasangan mask oksigen,nasal canula,endotracheal tube, guedel /mayo, ventilator,distensi abnominal, muntah (cairan, darah; warna, konsistensi)
Data Penunjang:
·         Oxygen saturation
·         Chest X-Ray
sesudah insertion untuk memastikan posisi NGT di lambung Laboratorium: sample darah lengkap,urine,stool
Pengkajian Secara Umum
Pengkajian harus berfokus pada:
·         Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
·         Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
·         Riwayat masalah sinus atau nasal
·         Distensi abdomen, nyeri atau mual
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa kepeerawatan yang sering muncul pada pasien dengan pemasangan NGT adalah sebagai berikut : 
1.         Mual muntah sehubungan dengan pemasangan NGT
2.         Rasa tidak nyaman Nyeri
3.         Gangguan jalan nafas
4.         Potensial aspirasi
Perencanaan keperawatan untuk menghindari beberapa komplikasi
1.    Komplikasi mekanis
a)      Agar sonde tidak tersumbat 
·         perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh sedikitnya tiap 24 jam
·         bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus dibersihkan setiap 30 menit dengan menyemprotkan air atau teh.
b)      Agar sonde tidak mengalami dislokasi
·         sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasa sakit
·         posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+ 30°)
2.    Komplikasi pulmonal: aspirasi
a)      Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b)      Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna.

Untuk mengontrol letak sonde tepat di lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde.
3.    Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
a)      sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap pasien) panjangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung sampai keujung distal sternum.
b)      sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung
c)      sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasasakit
d)     perawat dan pasien harus setiap kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah masih tetap tidak berubah (tergeser).
4.    Komplikasi yang disebabkan oleh yang zat nutrisi antara lain
1.      Komplikasi yang terjadi di usus
·         Diare
·         Perut terasa penuh
·         Rasa mual, terutama pada masa permulaan pemberian nutrisi enteral 
2.      Komplikasi metabolik hiperglikemia
Perencanaan keperawatanya dari komplikasi yang terjadi di usus
Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan secara bertahap.
Tahap pembangunan; dengan mempergunakan mesin pompa
Hari 1 : kecepatan aliran 20 ml/jam = 480 ml/hari
Hari 2 : kecepatan aliran 40 ml/jam = 960 ml/hari
Hari 3 : kecepatan aliran 60 ml/jam = 1440 ml/hari
Hari 4 : kecepatan aliran 80 ml/jam = 1920 ml/hari
Hari 5 : kecepatan aliran 100 ml/jam = 2400 ml/hari atau 2400kcal/hari
Kekurangan kebutuhan cairan dalam tubuh pada hari pertama sampai dengan hari keempat harus ditambahkan dalam bentuk air, teh atau dengan sistem infus (parenteral).

Selanjutnya ada dua kemungkinan:
Kemungkinan I
Nutrisi enteral konsep 24 jam:
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 100 ml/jam = 2400
ml/hari = 2400 kcal/hari.




Kemungkinan II
Hari 6: kecepatan aliran 120 ml/jam (selama 20 jam/hari)
Hari 7: kecepatan aliran 140 ml/jam (selama 17 jam/hari)
Hari 8: kecepatan aliran 160 ml/jam (selama 15 jam/hari)
Hari 9: kecepatan aliran 180 ml/jam (selama 13 jam/hari)
Hari 10: kecepatan aliran 200 ml/jam (selama 12 jam/hari)

Nutrisi enteral konsep 12 jam
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 200 ml/jam = 2400ml/hari = 2400 kcal/hari
Maksud konsep 12 jam ini agar pasien hanya terikat oleh pemberian nutrisi enteral selama 12 jam sehari. Misalnya,hanya antara jam 19 sampai jam 7 pagi sambil tidur.
Apabila timbul rasa mual atau diare, pada waktu tahap pembangunan dianjurkan supaya kecepatan aliran nutrisi enteral diturunkan 40 ml/jam.

Contoh :
26 Cermin Dunia Kedokteran No. 42, 1987 Pada kecepatan 100 ml/jam, pasien merasa mual dan mendapat diare.
Dianjurkan:
·            kecepatan diturunkan sampai 60 ml/jam
·            ditunggu 24 sampai 48 jam sehingga rasa mual dan diare hilang
·            setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 80 ml/jam
·            tunggu lagi 48 jam
·            bila tak ada keluhan, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 120 ml/jam, dan seterusnya.
Tiap kali timbul rasa mual atau diare, kecepatan aliran nutrisi langsung dikurangi 40 ml/jam dan perlahan-lahan setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan dinaikkan lagi. Perencanaan keperawatan dari komplikasi metabolik 
·            periksa kadar gula dalam darah selama nutrisi enteral
·            bila terjadi hiperglikemia, terutama pada pasien-pasien yang menderita dibetes melitus, harus dilakukan terapi dengan insulin.

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan
a.       Nutrisi enteral per sonde tak perlu dihentikan, bila 
1.      diare ringan
2.      perut terasa penuh
3.      pasien terus menerus harus bertahak
4.      dislokasi sonde yang tidak terlalu berat
Dalam hal ini, pasien dan perawat dapat menanggulanginya dengan cara-cara sebagai berikut :
·       kecepatan nutrisi enteral harus diturunkan 40 ml/jam
·       apakah ada kemungkinan kontaminasi pada waktu mempersiapkan zat nutrisi?
Bila demikian, sistem saluran dan zat nutrisi harus diganti dengan yang baru dan bersih.
·       periksa letak sonde. Gunakan stetoskop untuk mengauskultasi lambung sambil menyemprot udara ke dalamsonde.
b.      Nutrisi enteral harus dihentikan sementara sampai kesukaran-kesukaran ditanggulangi, bila: 
1.      muntah-muntah
2.      pilek (rinitis) yang berat
3.      kalau simtom-simtom dari A dalam waktu 48 jam tidak mereda
Selama penghentian ini, perawat atau pasien harus secara teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh agar sonde tidak tersumbat.
c.       Nutrisi enteral harus langsung dihentikan dan konsultasi ke
dokter, bila: 
1.      muntah-muntah yang berat
2.      diare yang berat
3.      diduga aspirasi

Kontrol Rutin
1.      Setiap 2 hari menimbang berat badan 
·           ini merupakan kontrol rutin yang mudah dan efektif
·           bila berat badan tidak naik atau bahkan menurun menunjukkan sesuatu yang tidak sempurna
·           dalam hal ini harus konsultasi ke dokter.
2.      Pasien atau perawat harus secara teratur membuat protokol
tentang frekuensi, jumlah dan konsistensi dari tinja
3.      Pasien atau perawat harus setiap kali mengontrol apakah letak tanda pada sonde masih berada di permukaan lubang hidung dan tidak tergeser. Sonde harus tetap melekat sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik, tanpa menimbulkan rasa sakit.
4.      Mesin pompa dan sistem pipa plastik harus dikontrol baik-
baik kebersihannya dan tidak boleh bocor

"CHECK LIST"
·         Harus konsultasi ke dokter, bila :
1.        berat badan turun
2.        pilek (rinitis) yang berat
3.        diduga aspirasi
4.        muntah-muntah yang berat
·         Apakah kedudukan sonde masih sempurna? Bila:
1.      pasien terus menerus bertahak (refluks)
2.      diare: ini akan terjadi bila sonde meluncur terus menuju abdomen atau jejunum
Dalam hal ini sonde harus agak ditarik ke luar.
·         Apakah osmolaritas zat nutrisi sesuai dengan yang dianjurkan? Bila:
1.      diare
2.      perut terasa penuh.
Dalam hal ini harus diperiksa apakah zat nutrisi dipersiapkan sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik. Perhatikan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah bubuk zatnutrisi.
·         Apakah kecepatan aliran nutrisi enteral tidak terlalu cepat?
Apakah mesin pompa atau sistem pipa tidak sempurna? Bila
1.      diare
2.      perut terasa penuh

Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai pada masalah pada diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan diatas, yang terdiri darimasalah aktual, dan potensial. Implementasi bertujuan pada mengatasi permasalahan pasien baik aktual maupun potensial tersebut, dan menghindari komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi.

Evaluasi
Setelah melakukan proses keperawatan baik dari hasil pengkajian diagnosa perencananaan pemasanagan NGT ini diharapakan tidak terjadi komplikasi Nasal irritation, sinusitis, epistaxis, rhinorrhea, skin erosion or esophagotracheal fistula sebagai dampak dari pemasangan NGT Aspiration pneumonia secondary to vomiting and aspiration.

C.      Konsep Teori Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon  terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1.      Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan /pembengkakan. setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2.      Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3.      Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
 Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)
4.      Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.         Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b.        Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
·         Komunikasi (penjelasan prosedur)
·         Privacy dan kenyamanan klien
·         Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
·         Berada di sisi kanan klien
·         Efisiensi
·         Dokumentasi

D.      Tujuan Pemeriksaan Fisik

Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1.        Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2.        Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3.        Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4.        Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5.        Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

E.       Manfaat Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1.        Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2.        Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3.         Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4.        Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

F.       Indikasi

Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
  1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
  2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
  3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

G.      Prosedur pemeriksaan fisik

Persiapan
a.       Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/ spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b.      Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c.       Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
A)    Prosedur Pemeriksaan
1.        Cuci tangan
2.        Jelaskan prosedur
3.        Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan
4.        Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien : duduk/berbaring
Cara : inspeksi
1.        Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2.        Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
3.        Jenis kelamin
4.        Usia dan Gender
5.        Tahapan perkembangan
6.        TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7.        Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8.        Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9.        Postur dan cara berjalan
10.    Bentuk dan ukuran tubuh
11.    Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12.    Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13.    Dokumentasikan hasil pemeriksaan
B)    Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)
Posisi klien : duduk/ berbaring
1.        Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
2.        Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3.        Nadi
a)        Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6 span="">
b)        Keteraturan= Normal : teratur
c)        Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan   mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4.        Pernafasan
a)        Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
b)        Keteraturan= Normal : teratur
c)        Kedalaman: dalam/dangkal
d)       Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
C)    Pemeriksaan kulit dan kuku
Tujuan
1)        Mengetahui kondisi kulit dan kuku
2)        Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
Persiapan
1)          Posisi klien: duduk/ berbaring
2)          Pencahayaan yang cukup/lampu
3)          Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan
a.       Pemeriksaan kulit\
o   Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
o   Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
o   Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan   edema.
o   Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
o   setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
b.      Pemeriksaan kuku
o   Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
o   Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
o   Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
o   Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
o   setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c.       Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat berhadapan dengan klien




D)    Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1.      Pemeriksaan kepala
Tujuan
a)          Mengetahui bentuk dan fungsi kepala 
b)          Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala 
Persiapan alat
a)          Lampu
b)          Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
·         Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
·         Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
·         Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh. setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
2.      Pemeriksaan wajah
·         Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
·         Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain,  tidak pucat/ikterik, simetris.
·         Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
·         Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
·         setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.



3.      Pemeriksaan mata
Tujuan
a)          Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b)          Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan alat
a)          Senter Kecil
b)          Surat kabar atau majalah
c)          Kartu Snellen
d)         Penutup Mata
e)          Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi:  bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
·         Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:
1)      Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a.       visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b.      virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2)      Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang="" span="" tajam=""> prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:
§  Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
§  Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
§  Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
§  Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
§  Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
§  Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
§  Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300).
§  Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
§  Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
§  Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter.
Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata
Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria. Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat. Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.
Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :
·            Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
·            Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
·            Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanEXOPHORIA.
·            Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar  kearah  (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanESOPHORIA.
·            Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPERPHORIA.
·            Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari  bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPORPHORIA.
·            Alat/sarana yang dipakai:
·            Titik/lampu untuk fiksasi
·            Jarak pemeriksaan :
·            Jauh   : 20 feet (6 Meter)
·            Dekat : 14 Inch (35 Cm)
·            Penutup/Occluder



Prosedur  Pemeriksaan :
1.        Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2.        Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian  rupa, sehingga apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di deteksi dengan jelas.
3.        Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4.        Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.Exophoria dinyatakan dengan inisial  = X  (gambar D)
5.        Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar  kearah  (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
6.        Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior))  pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial  = X  (gambar E)
7.        Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial  = X  (gambar F)
8.        Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).
Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
4.      Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.
Persiapan Alat
a)          Arloji berjarum detik
b)          Garpu tala
c)          Speculum telinga
d)         Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi  : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
·         Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
·         Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan  tragus
·         Normal: tidak ada nyeri tekan.
setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a.        Pemeriksaan Rinne
1.      Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang berlawanan.
2.      Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3.      Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.
5.      Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
6.      Instruksikan  klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
7.      Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b.        Pemeriksaan Webber
1.      Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan.
2.      Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3.      Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
4.      Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut

5.      Pemeriksan hidung dan sinus
Tujuan
a)          Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b)          Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
Persiapan Alat
a)          Spekulum hidung
b)          Senter kecil
c)          Lampu penerang
d)         Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan
¨      Inspeksi  : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
¨      Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
¨      Palpasi  dan Perkusi frontalis dan, maksilaris  (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
¨      Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
6.      Pemeriksaan mulut dan bibir
Tujuan
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat
a)          Senter kecil
b)          Sudip lidah
c)          Sarung tangan bersih
d)         Kasa
Prosedur Pelaksanaan
¨      Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
¨      Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis
¨      Inspeksi dan palpasi strukur dalam  : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
¨      Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah)
Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
7.      Pemeriksaan leher
Tujuan
a)          Menentukan struktur integritas leher
b)          Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c)          Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
¨      Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
¨      Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
¨      Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
¨      Normal: arteri karotis terdengar.
¨      Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
¨      Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada  pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
¨      Auskultasi : bising pembuluh darah.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

8.      Pemeriksaan dada( dada dan punggung)
Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring
Cara/prosedur:

A)        System pernafasan
Tujuan :
a)            Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b)           Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c)            Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
a)          Stetoskop
b)          Penggaris centimeter
c)          Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
o   Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur  dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya  pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
o   Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema
o   Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
o   (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.)
o   Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
o   Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
o   Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
o   Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
o   Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
o   Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

B)         System kardiovaskuler
Tujuan
a)          Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b)          Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c)          Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d)         Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
a)          Stetoskop
b)          Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
o   Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
o   Palpasi: denyutan
o   Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
o   Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
o   Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
o   Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
o   Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
o   Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil  pemeriksaan yang didapat tersebut.

9.      Dada dan aksila
Tujuan
a)          Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
b)          Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat
a)          Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur pelaksanaan
o   Inspeksi payudara: Integritas kulit
o   Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena
o   Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
10.  Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a)          Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b)          Mendengarkan suara peristaltic usus
c)          Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
Persiapan
a)          Posisi klien: Berbaring
b)          Stetoskop
c)          Penggaris kecil
d)         Pensil gambar
e)          Bntal kecil
f)           Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
o   Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus,  dan gerakan dinding perut.
o   Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
o   Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
o   Normal:  suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
o   Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
o   Perkusi hepar: Batas
o   Perkusi Limfa: ukuran dan batas
o   Perkusi ginjal: nyeri
o   Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan = hipertimpani
o   Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
o   Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan
o   Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
11.  Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :
1.        Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
2.        Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.
Alat :
1.        Meteran
Posisi klien: Berdiri. duduk
·            Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
·            Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
·            Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

12.  Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki)
·            Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
·            Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
·            Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
·            Normal: teraba jelas
·            Tes reflex :tendon patella dan archilles.
·            Normal: reflex patella dan archiles positif
·            Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

13.  Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:
1.        Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
2.        Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
3.        Melakukan perawatan genetalia
4.        Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
Alat :
1.        Lampu yang dapat diatur pencahayaannya
2.        Sarung tangan
Pemeriksaan rectum
Tujuan :
1.        Mengetahui kondisi anus dan rectum
2.        Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
3.        Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4.        Memeriksa kangker rectal dll
Alat :
1.        Sarung tangan sekali pakai
2.        Zat  pelumas
3.        Penetangan untuk pemeriksaan
Prosedur Pelaksanaan
1.        Wanita:
a.       Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.
b.      Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
c.       Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
d.      Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan,  massa
e.       Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
f.       Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema /  hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
g.      Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
2.        Pria:
a.       Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
b.      Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
c.       Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
d.      Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
e.       Normal:  tidak ada nyeri , tidak terdapat edema /  hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
f.       Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

H.      Evaluasi

Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

I.         Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus  yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil  sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan.

Format SOAPIE, terdiri dari:
1.        Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
2.        Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi oleh perawat.
3.        Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien
4.        Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
5.        Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana
6.        Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.



















BAB III

PENUTUP


A.      Kesimpulan

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

B.       Saran

Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.








DAFTAR PUSTAKA



Admit. Pemeriksaan Fisik. http: // nursingbegin. Com /tag/ pemeriksaan-fisik/( online) diakses 17 September  2010.
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta. EGC
Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC
Candrawati. Susiana.Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskuler.Diakases tanggal 18 September 2010
Dealey, Carol.2005. The Care Of Wound A Guides For Nurses.Navarra.Balckwell Publishing.
Kusyanti, Eni,dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.




















DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii



ii
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Manajemen Pelayanan Kebidanan

MAKALAH ORGANISASI MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN Tentang MANAJEMEN KEPEMIMPINAN

Makalah Pemeriksaan Labor dan Diagnostik