Makalah Hukum Bayi Tabung dan Aborsi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui
penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia.
Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab
kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis.
Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul
dalam laporan.
Hal itu terjadi
karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di
masyarakat.
pengguguran
kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,5 juta
kasus per tahun perempuan di Indonesia melakukan aborsi. .
Masalahnya tiap
perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukum pun
terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut,misalnya dalam
masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk
kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi
aborsi yang tidak aman yang
mengakibatkan kematian. Aborsi memang erat kaitanya dengan hak asasi manusia,
disatu sisi dikatakan bahwa setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya dan
berhak untuk menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat,
aman, serta bebas dari paksaan. Namum, di satu sisi lagi janin yang ada dalam
kandungan juga berhak untuk terus hidup dan berkembang.
Ke empat hal
tersebut memang saling bertentangan satu sama lain karena menyangkut dua
kehidupan. Jika aborsi yang dilakukan adalah aborsi mal parktek tentu saja hal
tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Dalam Undang-Undang HAM
juga diatur mengenai perlindungan anak sejak dari janin karena sekalipun
seorang ibu mempunyai hak atas tubuhnya sendiri tetapi tetap saja harus kita
ingat bahwa hak asasi yang dimiliki setiap orang tetap dibatasi oleh
Undang-Undang.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang di maksud dengan aborsi dan undang-undang yang mengatur ?
2. Apa
yang di maksud dengan bayi tabung dan undang-undang yang mengatur ?
3. Apa
yang di maksud dengan adobsi dan undang-undang yang mengatur ?
C.
Tujuan Masalah
1. Menjelaskan
tentang aborsi dan undang-undang yang mengatur.
2. Menjelaskan
tentang bayi tabung dan undang-undang yang mengatur.
3. Menjelaskan
tentang adobsi dan undang-undang yang mengatur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aborsi
Aborsi atau pengguguran kandungan merupakan suatu
masalah yang sangat kontroversi pada saat sekarang ini dimana terdapat pihak
yang pro dan kontra atas aborsi.
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji dari perspektif yuridis tentang bagaimana
hukum pidana melalui peraturan perundang-undangan yang ada memberikan
perlindungan hukum khususnya terhadap korban perkosaan yang melakukan abortus
provocatus.
Perempuan korban perkosaan yang kemudian hamil dan
memilih aborsi sebagai cara untuk mengakhiri kehamilannya selama ini
diposisikan sebagai pelaku tindak pidana aborsi, yang dalam kepustakaan hukum
pidana dikenal dengan tindak pidana “pengguguran kandungan” (abortus
provocatus). Adapun perlindungan hukum pada korban perkosaan yang melakukan
abortus provocatus tersebut ditinjau berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan
Perundang-rundangan tentang kesehatan meliputi aborsi, bayi tabung dan adopsi
yang merupakan pengganti UU Kesehatan yang lama, yaitu UU No. 23 Tahun 1992.
a.
Jenis Aborsi
Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia
kedokteran, yaitu:
1. Abortus
spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung
tanpa tindakan. Aborsi ini dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Abortus
imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan dari uterus atau rahim, dimana janin masih
didalam rahim, serta leher rahim belum melebar (tanpa dilatasi serviks).
b. Abortus
insipiens, istilah ini kebalikan dari abortus imminens, yakni pada kehamilan
kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih didalam rahim, dan
ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi serviks)
c. Abortus
inkompletus, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum 20 minggu,
namun organ janin masih tertinggal didalam rahim
d. Abortus
kompletus, semua hasil konsepsi(pembuahan) sudah di keluarkan
e. Abortus
provokatus
Berbeda dengan abortus spontanea yang prosesnya
tiba-tiba dan tidak diharapkan tapi tindakan abortus harus dilakukan. Maka
pengertian aborsi atau abortus jenis provokatus adalah jenis abortus yang
sengaja dibuat atau dilakukan, yakni dengan cara menghentikan kehamilan sebelum
janin dapat hidup diluar tubuh ibu atau kira-kira sebelum berat janin mencapai
setengah kilogram.
Abortus provakatus dibagi menjadi 2 jenis:
a. Abortus
provokatus medisinalis/artificialis/therapeuticus. Abortus yang dilakukan
dengan disertai indikasi medis. Di indonesia
yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
Indikasi medis yang dimaksud misalnya: calon ibu yang sedang hamil tapi punya
penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, bila kehamilan diteruskan
akan membahayakan nyawa ibu serta janin, sekali lagi keputusan menggugurkan
akan sangat dipikirkan secara matang.
b. Abortus
provokatus kriminalis, istilah ini adalah kebalikan dari abortus provokatus
medisinalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik
(ilegal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan segala kemungkinan apa yang akan terjadi
kepada wanita / calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal. Biasanya
pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.
2. Abortus
habitualis
Abortus habitualis termasuk abortus
spontan namun habit ( kebiasaan) yang terjadi berturut-turut tiga kali atau
lebih.
3. Missed
abortion
Kematian janin yang berusua sebelum
20 minggu, namun janin tersebut tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih,
dan terpaksa harus dikeluarkan. Missed abortion digolongkan kepada abortus
imminens.
4. Abortus
septik
Tindakan menghentikan kehamilan
karena tindakan abortus yang disengaja (dilakukan dukun atau bukan ahli ) lalu
menimbulkan infeksi. Perlu diwaspadai adalah tindakan abortus yang semacam bisa
membahayakan hidup dan kehidupan.
b.
Penyebab Aborsi
Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya.
Berikut beberapa penyebab aborsi dilakukan :
1. Umur
Umur menjadi pertimbangan seseorang wanita memilih
abortus. Apalagi untuk calon ibu yang merasa masih terlalu muda secara
emosional,fisik belum matang, tingkat pendidikan rendah dan masih terlalu
tergantung pada orang lain masalah umur yang terlalu tua untuk mengandungpun
menjadi penyebab abortus
2.
Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan yang terlalu rapat menjadi alasan
abortus, karena jika tidak dilakukan abortus akan menyebabkan pertumbuhan janin
kurang baik, bahkan menimbulkan pendarahan hal itu disebabkan karena keadaan
rahim yang belum pulih benar
3.
Paritas ibu
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup (anak) yang
dimiliki wanita. Resiko paritas tinggi , banyak wanita melakukan abortus.
4. Riwayat
kehamilan yang lalu
Wanita yang sebelumnya pernah abortus, kemungkinan
besar akan dilakukan abortus lagi . penyebabnya yang lainnya masih banyak,
seperti calon ibu yang memiliki penyakit berat hingga takut bila ia melahirkan
anaknya, anaknya akan tertular penyak it pula, ada juga masalah ekonomi banyak
anak banyak pengeluaran dan lain sebagainya.Selain penyebab di atas, aborsi
juga dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
a) Kelainan
pertumbuhan hasil konsepsi, bisa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum
usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini ialah :
1. Kelainan
kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi
2. Lingkungan
sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
3. Pengaruh
teratogen akibat radiasi, firus, obat-obatan, tembakaou dan alkohol
b) Kelainan
pada plasenta, misalnya enderteritis vili korialis karena hipotensi menahun.
c) Faktor
maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, toksoplasmosis.
d) Kelainan
traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua), retroversi uteri, dan kelainan bawaan uterus.
c.
Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap
kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa
jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh
pulang”. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita,
terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan
yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang
melakukan aborsi:
1. Resiko
kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan
aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang
dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd
yaitu:
a. Kematian
mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian
mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian
secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim
yang sobek (Uterine Perforation)
e. Kerusakan
leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya.
f. Kanker
payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
g. Kanker
indung telur (Ovarian Cancer)
h. Kanker
leher rahim (Cervical Cancer)
i.
Kanker hati (Liver Cancer)
j.
Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta
Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat
pada saat kehamilan berikutnya.
k. Menjadi
mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
l.
Infeksi rongga panggul (Pelvic
Inflammatory Disease)
m. Infeksi
pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko
kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki
resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik,
tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang
wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion
Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam
“Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The
Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi
akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
·
Kehilangan harga diri (82%)
·
Berteriak-teriak histeris (51%)
·
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
(63%)
·
Ingin melakukan bunuh diri (28%)
·
Mulai mencoba menggunakan obat-obat
terlarang (41%)
·
Tidak bisa menikmati lagi hubungan
seksual (59%)
Di
Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi dan
penyebabnya dapat dilihat pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349
Pasal
229
Barang siapa dengan
sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan
diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal
346
Seorang perempuan yang
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang
lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal
347
1. Barang
siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348
1.
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
Pasal
349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan
348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.
Pasal
535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan
suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau
tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan
tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan
yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dari
rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.
Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja
melakukan aborsi atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2.
Seseorang
yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu
hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3.
Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam
hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7
tahun penjara.
4.
Jika yang melakukan dan atau membantu
melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman
hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktik dapat dicabut.
Setiap janin
yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang
memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun
untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak
dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut
diterima oleh hakim
Pasal
76:
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya
dapat dilakukan:
a. Sebelum
kehamilan berumur 6 (enam)minggu.
b. Oleh
tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
c. Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
d. Dengan
izin suami, kecuali korban perkosaan.dan
e. Penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
77:
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan
dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang
tidak bermutu, tidak aman, dan tidakbertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun tersebut jika kita kaitkan dengan aborsi karena
kehamilan tidak dikehendaki (KTD) akibat perkosaan, maka dapat disimpulkan:
Pertama: secara umum praktik aborsi dilarang.Kedua: larangan terhadap praktik dikecualikan pada
beberapa keadaan, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan. Selain itu tindakan
medis terhadap aborsi KTD akibat perkosaan
hanya dapat dilakukan apabila:
(1) Setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(2) Dilakukan
sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
(3) Oleh
tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
(4) Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan. dan
(5) Penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Apabila dihubungkan dengan aborsi karena
kehamilan tidak dikehendaki (KTD) akibat perkosaan , dimana kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan dapat dijadikan sebagai alasan darurat (pemaksa)untuk
melakukan aborsi sebenarnya perlu menjadi pertimbangan dalam menerapkan sanksi
pidana, khususnya bagi para penegak hukum (Hakim). Karena janin yang diaborsi
adalah sebagai akibat pemaksaan hubungan (perkosaan) dengan ancaman kekerasan.
Mencermati ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 khususnya Pasal 75 ayat (2) huruf b yang
mengatur tentang aborsi karena alasan darurat (pemaksa) dalam hal ini adalah
adanya trauma psikologis yang dialami oleh wanita hamil sebagai akibat tindak
pidana perkosaan yang dialaminya. Pada akhirnya penyelesaian kasus tersebut
sangat tergantung pada para penegak hukum untuk menegakkan keadilan terutama
bagi perempuan yang jelas-jelas berkedudukan sebagai korban perkosaan.
Pendapat ahli hukum masa kini, sudah seharusnya
menjadi pertimbangan dalam rangka menjatuhkan pidana, jadi tidak semata-mata
didasarkan pada bunyi undang-undang, akan tetapi juga memperhatikan latar
belakang perbuatan dilakukan. Hal inipun dalam proses pembuktiannya juga tidak
mudah, karena harus dibuktikan lebih dahulu perkosaannya Dengan demikian alasan
psikologis tidak cukup dijadikan alasan aborsi apabila tindakan perkosaannya tidak
dapat dibuktikan atau tidak terbukti. Mengingat dewasa ini perkosaan tidak
hanya murni dilakukan oleh orang yang benar-benar belum pernah dikenal oleh
korban, tapi juga telah dikenal sebelumnya bahkan memiliki hubungan dekat
dengan korban (sebagai pacar misalnya).
Apabila aborsi karena perkosaan dijadikan pengecualian sebagaimana alasan
medis, maka kriteria yang dijadikan pengecualian harus benar-benar jelas dan
tegas, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab,
akibatnya aborsi marak dilakukan. Dengan demikian. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 memperbolehkan praktik aborsi
terhadap kehamilan akibat perkosaan.
KASUS
ABORSI
Mahasiswi Aborsi Pakai Pil Sakit
Kepala
TERNATE, KOMPAS.com — Warga Kota Ternate Utara,
Kamis (3/5/2012), dibuat heboh dengan kasus aborsi yang dilakukan seorang
mahasiswi di salah satu universitas ternama di Ternate berinisial IK. IK
diketahui merupakan anak seorang pegawai di Kementerian Agama Kabupaten Pulau
Morotai. IK diketahui hamil bersama kekasihnya J yang juga sebagai salah satu
mahasiswa di universitas berbeda di Ternate. Keduanya langsung dibekuk polisi
ke Mapolres Ternate, Kamis. Di hadapan penyidik, J mengisahkan, awalnya dia
mengajak IK untuk menikah lantaran mengetahui kekasihnya hamil dua bulan.
Namun, IK yang mengaku takut kepada keluarganya
memilih menggugurkan kandungan dengan meminum pil sakit kepala yang dicampur
dengan minuman bersoda. Namun, diduga IK tidak hanya mengaborsi sendiri dengan
cara meminum obat sakit kepala dicampur minuman bersoda. “Waktu saya datang ke
rumahnya, semua sudah bersih (sudah diaborsi),” ungkap J.Karena takut, J lantas
menguburkan ari-ari janinnya di belakang rumah IK di Akehuda,
Ternate Utara. Sepulang dari kampus, J lantas
mengambil janin yang masih di rumah IK, lalu dibawa ke Bula, Ternate Utara,
untuk dibuang ke pantai. Warga sekitar baru mengetahuinya pada Selasa
(1/5/2012), meski hanya segelintir orang. Warga makin heboh saat aroma tindakan
tak terpuji itu mulai terungkap. J dan IK bahkan sempat menjadi amukan beberapa
anggota keluarganya. Petugas polisi baru mengetahuinya pada Kamis ini, dan
langsung membekuk keduanya ke Mapolres Ternate. “Kita belum bisa berikan
keterangan karena masih dalam penyelidikan,” ucap seorang penyidik. Untuk
kepentingan penyelidikan, sang mahasiswi ini dibawa ke rumah sakit guna
menjalani visum. “Agar bisa dipastikan apakah yang digugurkan itu janin atau
ari-ari,” tambah petugas penyidik tersebut.
Sedangkan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, perlindungan hukum yang diberikan terhadap perempuan korban
perkosaan yang melakukan pengguguran kandungan (abortus provocatus) menjadi hak
dari perempuan tersebut. Artinya pengguguran kandungan
(abortus provocatus) yang dilakukan oleh perempuan korban perkosaan
diperbolehkan. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 75 ayat (2) Undang- Undang
No. 36 Tahun 2009, salah satu pengecualian terhadap perempuan untuk melakukan
aborsi adalah kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan tersebut. Tekanan psikologis yang dialami oleh
perempuan yang mengandung karena perkosaan, dapat dimasukkan sebagai indikasi
medis untuk melakukan pengguguran kandungan asalkan memenuhi syarat-syarat
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang Undang No. 36 Tahun 2009, sebagai dasar
hukum untuk melegalkan tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan oleh
korban perkosaan, termasuk mereka dalam hal ini adalah tenaga kesehatan yang
berkompeten dan memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk
melakukan pengguguran kandungan.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, melalui Pasal 75,76, dan Pasal 77 memberikan
penegasan mengenai pengaturan
pengguguran kandungan (abortus provocatus).
B.
Bayi Tabung
In vitro fertilization atau dikenal dengan proses
bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita
(Heru, 2011). Teknik bayi tabung ini dikembangkan untuk membantu pasangan infertil
yang ingin mempunyai keturunan. Wanita distimulasi dengan hormon agar dapat
memberikan sejumlah sel telur sekaligus. Secara normal, sel telur didedahkan
dengan sperma dalam kondisi lingkungan yang diatur menyerupai kondisi alami
bagian anterior oviduct dimana fertilisasi internal terjadi, selanjutnya akan
dihasilkan sel telur yang sudah terfertilisasi dan terbentuklah embrio.
Embrio-embrio terbaik yang dihasilkan akan diinkubasi hingga berkembang menjadi
blastokista. Biasanya jumlah blastokista yang diimplan di dalam uterus wanita
adalah tiga buah. Embrio lainnya dapat disimpan dengan nitrogen cair selama
waktu tertentu sebagai cadangan manakala kehamilan yang diharapkan gagal atau
untuk penggunaan di masa yang akan datang saat pasangan suami istri tersebut
ingin memperoleh keturunan lagi.
Walaupun kini teknologi bayi tabung telah diterima
dan dikenal oleh sebagian besar masyarakat, namun pada awal perkembangannya
teknik ini juga menuai perdebatan secara etika. Berikut ini adalah sudut
pandang Islam mengenai bayi tabung dan pedoman hukum pelaksanaan bayi tabung
yang berlaku di Indonesia.
Undang Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 127
ayat (1) juga menjelaskan tentang proses bayi tabung adalah hasil pembuahan
sperma dan ovum dari suami istri yang sah yang
ditanamkan dalam rahim istri dari
mana ovum berasal. Pada pasal tersebut
dituliskan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Hasil
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam
rahim istri dari mana ovum berasal.
b. Dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
c. Pada
fasilitas kesehatan.
Jadi, pada dasarnya sperma dan ovum
dalam upaya kehamilan melalui bayi tabung adalah milik suami istri yang sah
yang pembuahannya dilakukan di luar rahim. Hal ini dilakukan oleh para pasangan
suami-istri yang sperma dan ovumnya sulit melakukan pembuahan di dalam rahim.
Sehingga harus dilakukan pembuahan di luar rahim dengan bantuan tenaga
kesehatan dan teknologi yang ada. Kemudian hasil pembuahan tersebut ditanamkan
kembali ke rahim istri dari mana ovum itu berasal. Jadi, anak atau bayi hasil
pembuahan melalui bayi tabung ini adalah anak kandung suami istri itu sendiri.
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di
indonesia adalah Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 :
Pasal
127
(1)
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukanoleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.
hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b.
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyaikeahlian
dan kewenangan untuk itu.
c.
pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara
alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan
Pemerintah.
Kasus Bayi Tabung
KOMPAS.com — Anak yang terlahir dari proses bayi
tabung atau in vitro fertilization (IVF) berisiko lebih besar menderita kanker.
Hasil riset ilmuwan dari Denmark mengindikasikan, bayi yang lahir dari hasil
terapi kesuburan berpeluang 33 persen lebih tinggi menderita kanker sejak masih
usia kanak-kanak.
Jenis kanker yang diderita juga bukan sembarangan.
Menurut riset, bayi-bayi ini berisiko 65 persen lebih besar menderita kanker
darah (leukemia), dan 88 persen lebih besar mengidap kanker otak dan sistem
pusat saraf.
Teknik bayi tabung merupakan metode yang telah
digunakan dalam skala luas pada pasangan yang mengalami masalah kesuburan. Di
Inggris, sekitar 18.000 bayi lahir dari teknik ini setiap tahunnya. Dalam
teknik ini, sel telur wanita dikeluarkan dari rahim, kemudian dibuahi sperma,
dan berada dalam lingkungan khusus. Hasil pembuahan kemudian ditanamkan pada
rahim wanita.
Riset yang dimuat dalam jurnal Fertility and
Sterility ini mengulas 25 penelitian dari 12 negara maju, termasuk Amerika,
Inggris, Denmark, Perancis, dan Israel pada 1990-2010. "Hasil penelitian
mengindikasikan adanya hubungan antara terapi kesuburan selama teknik pembuahan
dilakukan dan risiko kanker pada keturunan yang dihasilkan," kata
peneliti, dr Marie Hargreave dari Danish Cancer Society Research Centre,
Kopenhagen. Penelitian mengindikasikan, terapi kesuburan menyebabkan perubahan
fungsi gen-gen tertentu saat gen tersebut diturunkan dari orangtua kepada anak,
atau juga disebut genomic imprinting. Kondisi ini dapat dipicu oleh beberapa
aspek selama proses terapi dan pengobatan seperti paparan hormon, penyiapan
cairan sperma (semen), pembekuan embrio, kondisi pertumbuhan embrio, atau
penundaan pembuahan.
Kendati begitu, peneliti juga tidak dapat menyangkal
bahwa kemungkinan peningkatan risiko kanker adalah akibat infertilitas yang
dialami orangtua, dan bukannya akibat pengobatan. Menurut peneliti, etiologi
(asal-usul) kanker di masa kanak-kanak memang belum banyak diketahui, tetapi
ada dugaan bahwa terapi kesuburan memiliki peran. Salah satu kemungkinannya
adalah kanker dapat dipicu penggunaan obat anti-estrogen yang menstimulasi
ovulasi.
Obat ini sama dengan diethylstilbestrol yang
diberikan pada wanita hamil untuk mencegah terjadinya komplikasi. Obat ini
belakangan dikaitkan dengan kasus kanker pada anak. Dalam pernyataannya, para
peneliti menekankan bahwa secara umum risiko kanker di antara anak-anak yang
lahir dari hasil terapi kesuburan tetap rendah. "Pasangan yang tidak subur
mungkin sudah mengalami peningkatan risiko keturunan cacat, yang kemudian
menurun risikonya melalui terapi pengobatan," kata peneliti.
Dalam riset ini, umumnya bayi terlahir dari metode
bayi tabung. Namun, beberapa di antaranya menggunakan metode lain seperti
intra-cytoplasmic sperm injection atau intrauterine insemination. Ketua British
Fertility Society dr Allen Pacey berpendapat, walaupun hasil riset menunjukkan
adanya peningkatan risiko pada bayi tabung, angkanya masih relatif kecil.
"Hubungannya sangat kecil dan masih belum memungkinkan mengatakan, apakah
kanker merupakan konsekuensi dari IVF atau karena infertilitas orangtua,"
ujarnya.
C.
Adopsi
Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak
dari seseorang atau lembaga organisasi ketangan orang lain secara sah diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Adopsi juga berarti memasukkan anak yang
diketahuinya sebagai anak orang lain
kedalam keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak kandung.Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan
hukum, dimana seseorang yang cakap mengangkat seorang anak orang lain menjadi
anak sah-nya. Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang
tua kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua
dan anak.
a.
Pengangkatan Anak diatur dalam
pasal 39 – 41 UUPA
Pasal 39
(1) Pengangkatan
anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang
terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengangkatan
anak sebagaimana diatur dalam ayat (1)tidak memutuskan hubungan darah antara
anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
(3) Calon
orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
(4) Pengangkatan
anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
(5) Dalam
hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
Pasal 40
(3) Orang
tua wajib memberitahukan kepada
anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.
(4) Pemberitahuan
asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
(1) Pemerintah
dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007)
b.
Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi
1. Pasangan
suami istri
Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983 tentang
pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak.
Selain itu Keputusan Mensos RI No
41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk Pelaksanaan
Pengangkatan Anak.
2. Orang
tua Tunggal
Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat
meninggal meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak
WNI yang belum menikah atau memutuskan tidak menikah.
Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007
Pasal 12 ayat (1)
a. Belum
berusia 18 tahun
b. Merupakan
anak terlantar atau ditelantarkan
c. Berada
dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak,dan
d. Memerlukan
perlindungan khusus
Syarat usia anak yang akan diangkat (PP
no 54 tahun 2007 ayat (2))
a. Anak
usia < 6tahun, prioritas utama
b. Anak
usia 6 - < 12 tahun , alasan mendesak
c. Anak
usia 12 – 18 tahun memerlukan perlindungan khusus
c.
Pasal 13 PP No 54 tahun 2007
Syarat
orang tua angkat
a. Sehat
jasmani dan rohani
b. Berumur
min30 tahun dan maksimal 50 tahun
c. Beragama
sama dengan calon anak angkat
d. Berkelakuan
baik tidak pernah dihukum
e. Berstatus menikah paling singkat 5 tahun
f. Tidak
menrupakan pasangan sejenis
g. Tidak
atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu anak
h. Keadaan
mampu ekonomi dan sosial
i.
Memperoleh persetujuan anak dan izin
tertulis ortu wali anak
j.
Membuat pernyataan tertulis tentang
pengangkatan anak
k. Adanya
laporan sosial dari pekerja sosial setempat
l.
Telah mengasuh calon anak angkat paling
singkat 6 bulan sejak ijin pengasuh diberikan
m. Memperoleh
izin menteri/kepala instansi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Dalam
perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua
undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
2. Dalam
KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran
kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan
legal (terapetikus atau medisinalis), diatur dalam UU Kesehatan.
3. Penghayatan
& pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan,
secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih
lagi jika diikuti dengan pendalaman & pemahaman ajaran agama masing-masing.
4. Seorang
perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
5. Seseorang
yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika
ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
6. Jika
dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila
ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
7. Jika
yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk
berpraktik dapat dicabut.
8. Setiap
janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya.
9. Peraturan
Perundang-rundangan tentang kesehatan meliputi aborsi, bayi tabung dan adopsi,
maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana
DAFTAR PUSTAKA
Pratt, R.(1991) Moral decision making in the
age of Aids. Nursing, 4(34),17.
William, John R.2005. Medical Ethics Manual: Ethics Unit The World Medical
William, John R.2005. Medical Ethics Manual: Ethics Unit The World Medical
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
|
KATA PENGANTAR
Dengan kebesaran Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang,
penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah "Peraturan Perundang-rundangan tentang kesehatan
meliputi aborsi, bayi tabung dan adopsi".
Adapun makalah "Peraturan
Perundang-rundangan tentang kesehatan meliputi aborsi, bayi tabung dan adopsi" ini
telah penulis usahakan dapat disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat
bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan
secara tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan
makalah ini.
Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun
makalah ini dengan sebaik-baiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya
selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun
kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik
dan saran kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah "Peraturan
Perundang-rundangan tentang kesehatan meliputi aborsi, bayi tabung dan adopsi" ini
bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.
Pariaman,
November 2014
Penulis
|
Komentar
Posting Komentar