Makalah Ikterus Pada Neonatorum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus.
Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang
dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih
banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir,
terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi
kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi
untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah
kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi.
Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan
eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi. Kejadian
ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75%
pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara
tertentu dan beberapa klinik
tertentu di waktu tertentu.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim
hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara
efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar,infeksi. BBLR ini merupakan
faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupan di masa depan.
B. Tujuan
1.
Tujuan umum
Untuk menambah ilmu
pengetahuan bagi semua mahasiswa yang membaca makalah
ini.
2.
Tujuan
khusus
a.
Pengertian Ikterik
b.
Penyebab
dari Ikterik
c.
Tanda dan
gejala Ikterik
d.
Penanganan
dari Ikterik
C. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari Ikterik ?
2.
Apa penyebab dan faktor resiko dari Ikterik ?
3.
Apa tanda
dan gejala dari Ikterik ?
4.
Bagaimana
pengananan dari Ikterik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL
adalah meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.Ikterus pada
bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi
pada neonatus kurang bulan.
Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu
gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal pada
hari ke 2-3 dan
menghilang pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1.
Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi
pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >
2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian
akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar
1 mg/dL selama 1 – 2 minggu.
Pada bayi cukup bulan yang
mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 –
14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4
minggu bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
2.
Ikterus
Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur
24 jam. Peningkatan
kadar bilirubin total serum 0,5 mg/dL/jam. Ikterus
diikuti dengan adanya tanda – tanda penyakit
yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan
berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8
hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
B. Penyebab dan faktor resiko
Kuning pada bayi timbul karena
adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin
dalam sel darah merah) di bawah kulit. Pada saat masih dalam kandungan, janin
membutuhkan sel darah merah yang banyak karena paru-parunya belum berfungsi.
Sel darah merah mengangkut
oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta. Sesudah bayi lahir,
paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah merah ini tidak dibutuhkan lagi
dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut:
1.
Prahepatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang
meningkat pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik).
Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari tubuh
itu sendiri.
2.
Pascahepatik
(obstruktif)
Adanya
obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjungasi akan
kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke dalam aliran darah, kemudian
sebagian masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine. Sementara itu,
sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning
kehijauan serta gatal. Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan
ekresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan
berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti dempul.
3.
Hepatoseluler
(ikterus hepatik)
Konjugasi
bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami kerusakan maka secara otomatis akan
mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubin direct mudah dieksresikan oleh ginjal
karena sifatnya mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam
aliran darah.
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
·
Faktor Maternal :
ü
Ras atau
kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
ü
Komplikasi
kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
ü
Penggunaan
infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ü
ASI
·
Faktor Perinatal :
ü
Trauma lahir
(sefalhematom, ekimosis)
ü
Infeksi
(bakteri, virus, protozoa)
·
Faktor Neonatus :
rematuritas
·
Faktor genetik :
ü
Polisitemia
ü
Obat
(streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
ü
Rendahnya
asupan ASI
ü
Hipoglikemia
ü
Hipoalbuminemia
C. Tanda dan gejala
Fisiologis :
Ikterus
fisiologis adalah ikterus normal yang
dialami oleh bayi baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak
berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus fisiologis ini memiliki tanda-tanda
berikut:
a)
Timbul pada
hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b)
Kadar
bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang
bulan.
c)
Kecepatan
peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d)
Kadar bilirubin
direct tidak lebih dari 1 mg%
e)
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f)
Tidak terbukti
mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Patologis :
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda dan gejala sebagai
berikut:
a)
Ikterus
terjadi dalam 24 jam pertama
b)
Kadar
bilirubin inderect melebihi 10
mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
c)
Peningkatan
bilirubin melebihi 5 mg% per hari.
d)
Ikterus menetap
sesudah 2 minggu pertama
e)
Kadar bilirubin
direct lebih dari 1 mg%
f)
Mempunyai
hubungan dengan proses hemolitik
Daerah
|
Luas Ikterus
|
Kadar Bilirubin (mg%)
|
1
|
Kepala dan leher
|
5
|
2
|
Daerah 1 + badan bagian atas
|
9
|
3
|
Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai
|
11
|
4
|
Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki d bawah tungkai
|
12
|
5
|
Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki
|
16
|
D. Penanganan
1.
Ikterus
fisiologis
a.
Lakukan
perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya
b.
Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti:
§
Memandikan
§
Melakukan
perawatan tali pusat
§ Membersihkan jalan nafas
§ Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang
lebih 30 menit
c.
Jelaskan
pentingnya hal-hal seperti :
§
Memberikan ASI
sedini dan sesering mungkin
§ Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi
telanjang selama 30 menit,15 menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit
sisanya dalam posisi tengkurap
§ Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,
§ Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu
d.
Apabila ada
tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna putih keabu-abuan dan liat seperti
dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa bayinya ke puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol
setelah 2 hari.
2. Hiperbilirubinemia sedang
a.
Berikan ASI
secara adekuat
b.
Lakukan
pencegahan hipotermi
c.
Letakkan bayi di
tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari
d.
Lakukan
pemeriksaan ulang 2 hari kemudian
e.
Anjurkan ibu
dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan bayi bertambah parah
serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-abuan dan liat seperti dempul
3.
Hiperbilirubenemia
berat
a.
Berikan informer consent pada keluarga untuk segera
merujuk bayinya
b.
Selama
persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat
c.
Lakukan
pencegahan hipotermi
d.
Bila mungkin,
ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.
Bentuk terapi bermacam-macam, disesuaikan
dengan kadar kelebihan yang ada, yaitu
1.
Terapi sinar
(fototerapi)
Terapi sinar
dilakukan selama
24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang
batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan
dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ
hati. Terapi sinar juga berupaya
menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko
yang lebih fatal.
Sinar yang
digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara
paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass yang
berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya
lebih efektif.
Sinar yang
muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh
pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan
menggunakan kain kasa.
Tujuannya
untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan dari lampu-lampu tersbut. Seperti
diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan
merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi
resiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat
dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi
akan diubah-ubah, terlentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata.
Jika sudah turun dan berada di
bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka
waktu dua hari sibayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif
efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi
yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum.
Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluaran
cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan
menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada
kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan
diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI
pada bayi.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah :
a.
Lampu yang
dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindarkan
turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.
b.
Pakaian bayi
dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
c.
Kedua mata
ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantau
iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.
d.
Daerah kemaluan
ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
e.
Posisi lampu diatur
dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal
f.
Posisi bayi
diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
g.
Suhu tubuh
diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
h.
Pemasukan
cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur, dicatat dan
dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
i.
Hidrasi bayi
diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
j.
Lamanya terapi
sinar dicatat
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin
berada dalam ambang batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin
masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa
kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi yang menderita
dehidrasi, hipoksia, infeksi, gangguan metabolisme dan lain-lain. Keadaan
demikian memerlukan tindakan kolaboratif dengan tim medis.
Pemberian
terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut
bersifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan
tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi
secara berkelanjutan.
Kelainan yang
mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah :
a.
Peningkatan
kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss)
Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan
penguapan melalui kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat
rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
b.
Frekuensi
defekasi meningkat
Meningkatnya
bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim laktase yang
dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu
dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c.
Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di
daerah muka badan dan ekstrimitas
Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
Dilaporkan pada beberapa terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini terjadi
karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar.
Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses
tumbuh kembang bayi.
d.
Peningkatan
suhu
Beberapa
neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu lingkungan
yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi pada bayi premature
fungsi termostat atau yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi dapat
dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan
pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka waktu (unterval) yang lebih
singkat.
e.
Kadang
ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan iritabilitas. Keadaan
ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
f.
Gangguan
pada mata dan pertumbuhan
Kelainan
retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang percoban. Pada neonatus
yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina dan fungsi penglihatan lainnya
serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan belum ditemukan,
walupun demikian diperlukan kewaspadaan perawat tentang kemungkinan timbulnya
keadaan tersebut.
2.
Terapi
Transfusi
Jika setelah
menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat
hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi
darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf
otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa
mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental,
cerebrel palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar
dengan darah lain.
Penggantian
darah sirkulasi neonatus dengan darah dari donor dengan cara mengeluarkan darah
neonatus dan masukkan darah donor secara
berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang diganti sama
dengan yang
dikeluarkan. Pergantian darah bisa mencapai 75-85% dari jumlah darah neonatus.
Tujuan
transfusi tukar adalah untuk menurunkan kadar bilirubin indirek, mengganti
eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang antibody yang menyebabkan hemolisis,
dan mengoreksi anemia.
Transfusi
tukar akan dilakukan oleh dokter pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek
sama dengan atau lebih tinggi dari 20mg% atau sebelum bilirubin mencapai kadar
20 mg%. Pada neonatus dengan kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg% dan
kadar hemoglobin tali pusat kurang dari 10 mg%, peningkatan kadar bilirubin 1
mg% tiap jam. Darah yang digunakan sebagai darah pengganti (darah donor)
ditetapkan berdasarkan penyebab hiperbilirubinemia.
Transfusi
tukar dilakukan, tetapi sebelumnya label darah harus diperiksa apakah
sudah sesuai dengan permintaan dan tujuan transfusi tukar. Darah yang digunakan
usianya harus kurang dari 27 jam. Darah yang akan dimasukan harus dihangatkan
dulu, 2 jam sebelum transfusi tukar bayi dipuasakan, bila perlu dipasang pipa
nasogastrik, lalu bayi dibawa ke ruang aseptic untuk menjalani prosedur
transfusi tukar.
Prosedur
transfusi tukar :
Bayi
ditidurkan di atas meja dengan fiksasi longgar, pasang monitor jantung dengan
alarm jantung diatur di luar batas 100-180 kali/ menit, masukkan kateter ke
dalam vena umbilikalis, melalui kateter darah bayi dihisap sebanyak 200 cc lalu
dikeluarkan, kemudian darah pengganti sebanyak 200 cc dimasukkan ke dalam tubuh
bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah bayi diambil lagi sebanyak 200 cc
dan dikeluarkan. Kemudian dimasukan
darah pengganti dengan jumlah yang sama. Demikian siklus penggantian tersebut
diulangi sampai selesai. Kecepatan menghisap dan memasukkan darah ke dalam
tubuh bayi diperkirakan 1,8 kg/cc BB/menit. Jumlah darah yang ditransfusi tukar
berkisar 140-180 bergantung pada tinggi rendahnya kadar bilirubin sebelum
transfusi tukar.
Saat transfusi
tukar, darah donor dihangatkan sesuai suhu temperatur ruang. Pemanasan darah dapat merusak eritrosit
yang akan menghemolisis dan menghasilkan bilirubin. Pemanasan tidak boleh
dilakukan secara langsung dan tidak boleh menggunakan microwave. Darah
dihangatkan dengan koil penghangat yang dirancang untuk tujuan tersebut.
Hal yang perlu
diperhatikan selama transfusi tukar berlangsung, perawat bertanggung jawab
membantu dan mencatat tanda penting tiap 15 menit. Pemeriksaan kadar kalsium
dan glukosa darah dilakukan selama transfusi tukar. Segera setelah transfusi
tukar selesai, dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, elektrolit, dan
bilirubin, kemudian diulangi tiap 4-8 jam atau sesuai anjuran dokter. Selama
dan sesudah transfusi tukar dapat terjadi komplikasi emboli udara dan trombosis
udara dan trombosis, aritmia, hipervolemia, henti jantung, hipernatremia,
hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis dan alkoliosis postransfusi tukar,
trombositopenia, perdarahan dan kelebihan heparin, bakterimia, pasti hepatitis
virus B.
3.
Terapi
Obat-obatan
Terapi lainnya adalah
dengan obat-obatan. Misalnya phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan
pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect
berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau
albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi
ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan, maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan
dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk dan akibatnya bayi jadi banyak
tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula
dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi
obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena
biasanya dengan fototerpi si kecil sudah bisa ditangani.
4.
Menyusui
Bayi dengan ASI
Bilirubin
juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi
harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik
bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan buang air kecilnya. Akan
tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada
beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk
jaundice).
Kejadian ini
biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan
berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tidak boleh menyusui
bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.
5.
Terapi Sinar
Matahari
Terapi
dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan
setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Caranya seperempat jam dalam keadaaan terlentang, misalnya, seperempat jam
kemudian telungkup. Lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00. Inilah waktu dimana
sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar
ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya
sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.
Hindari
posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak
matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ikterus adalah keadaan dimana meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ini disebabkan oleh karena
adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin
dalam sel darah merah) di bawah kulit.
Ikterus dikelompokkan menjadi dua yaitu Ikterus fisiologis yang biasanya timbul pada
hari kedua dan ketiga dan tanpa ada dasar patologis sedangkan Ikterus patologis
muncul pada 24 jam pertama bayi lahir dan
akan menetap selama 2 minggu dan kadar bilirubinnya melampaui batas kadar
hiperbilirubinemia. Penanganan pada bayi ikterus bermacam-macam sesuai
tingkatan dan kadar bilirubinnya.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini ,
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan
saran yang membangun agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini
disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : FKUI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)
Saifudin, Sbdul Bari. 2002. Buku Acuan National
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono
Salman. 2006. Asuhan Antenatal. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
KATA PENGANTAR
Dengan kebesaran Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha
penyayang, penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah "Bayi Baru Lahir".
Adapun
makalah "Bayi Baru Lahir" ini telah penulis usahakan dapat
disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak,
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk
itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini.
Terlepas
dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, penulis
tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan
kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang bermaksud
untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki
kualitas makalah ini.
Penulis
berharap semoga makalah "Bayi Baru Lahir" ini bermanfaat, dan
pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
oleh para pembaca.
Pariaman, Agustus 2014
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
|
Komentar
Posting Komentar