Makalah IKD I Tentang “MAL PRAKTEK”
Tentang
“MAL PRAKTEK”
Oleh Kelompok V
:
Rice Anggraini
Testri Pratama Putri
Dian Mustika
Nila Masria
Silvia
Dosen Pembimbing:
Ns. Lidya Trisnawati, S.Kep
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES PIALA SAKTI
PARIAMAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sorotan
masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang secara
tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena
penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya
kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Dewasa ini
perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat
pesat menuju kepada perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini
merupakan suatu proses berubah yang sangat mendasar dan konsepsional, yang
mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan/asuhan keperawatan, aspek
pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta
kehidupan keprofesian dalam keperawatan. Perkembangan
keperawatan menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi dipengaruhi oleh
berbagai perubahan yang cepat sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga
menyentuh perkembangan keperawatan profesional termasuk tekanan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan profesional di Indonesia (Ma’rifin
Husin, 2002).
Perkembangan
keperawatan dapat mengacu terjadinya malapraktik, sehingga terdapat berbagai
hokum yang mengatur dan cara penanganan malapraktik. Oleh karena itu dalam
makalah ini akan di bahas mengenai kasus malapraktik.
B.
Rumusan Masalah
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana
tejadinya malpraktik tersebut ?
2.
Bagaimana
cara menyelesaikan kasus malapraktik tersebut ?
3.
Apa
yang harus dilakukan agar kasus malapraktik tersebut tidak terjadi ?
C.
Tujuan Penulis
Tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
malapraktik memberikan kasus malapraktik, bagaimana cara menangani kasus mala
praktik dan bagaimana cara mencegah terjadinya malapraktik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kasus Malapraktik
Maulana
adalah seorang anak berusia 18 tahun.Dulunya adalah anak yang mengemaskan dan
pernah menjadi juara bayi sehat.Namun makin hari tubuhnya makin kurus.Dan organ
tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal.Tragedi ini terjadi ketika Maulana
mendapat imunisasi dari petugas kesehatan.Diduga korban kuat Maulana adalah
korban mal praktek.Maulana, kini berusia 18 tahun. Namun ia hanya bisa
terbaring lemah di tempat tidur. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan.Ia
juga tidak bisa berbicara. Berat badannya hanya enam koma delapan kilogram,
seperti anak berusia lima tahun. Bungsu dari empat bersaudara, anak pasangan
Lina dan Adul ini mengalami kegagalan multi organ.
Tragedi
ini bermula saat usianya empat puluh lima hari. Seperti balita pada umumnya,
Maulana mendapatkan imunisasi dari petugas Dinas Kesehatan.Petugas memberikan
tiga imunisasi sekaligus, yaitu imunisasi BCG, imunisasi DPT dan imunisasi
Polio.
Namun
setelah dua jam menerima imunisasi, Maulana mengalami kejang-kejang, dan suhu
tubuhnya naik tajam. Sehingga orang tuanya panik dan langsung membawanya ke
rumah sakit.Namun kondisinya justru makin menburuk. Setelah lima hari dirawat,
Maulana malah tidak sadarkan diri, selama tiga minggu. Sejak itu, tubuh Maulana
selalu sakit sakitan dan hampir seluruh organ tubuhku tidak berfungsi normal.
Dokter
mendiagnosa Maulana mengalami radang otak.Namun setelah itu, satu persatu
penyakit akut menggerogoti kesehatannya.Semakin hari badannya semakin kecil,
dan mengerut.Maulana sering mengalami sesak nafas, dan kejang kejang.
Lina
yakin, Maulana menjadi korban malpraktek.Karena beberapa dokter yang perawat
Maulana menyatakan, anaknya mengalami kesalahan imunisasi.
Kini Lina,
hanya bisa pasrah. Ia merawat Maulana, seperti merawat bayi. Saat makan Maulana
tetap harus disuapi, demikian juga ketika buang air besar dan
kencing.Orangtuanya selalu memakaikan popok.
Sebelum
tragedi itu datang, Maulana adalah bayi yang menggemaskan.Tubuhnya montok, dan
sangat sehat.Bahkan Maulana sempat dinobatkan sebagai pemenang bayi sehat.
Karena lahir dengan bobot tiga koma delapan kilogram dan panjang lima puluh
satu cintimeter.Orang tua Maulana sudah berusaha untuk membawa ke rumah sakit
di kawasan Kota Siantan, Pontianak.Namun Maulana tidak juga kunjung sembuh. Orangtuanyapun
menyerah.
Yang lebih
menyedihkan, Linapun kemudian diceraikan suaminya, di saat harus menanggung
beban berat merawat Maulana.Ayah Maulana kesal dan marah dengan Lina, karena
mengijinkan petugas kesehatan memberikan imunisasi kepada Maulana.
Kini tubuh
Maulana makin lemah, dan tidak berdaya.Ia hanya bisa berbaring ditempat tidur.
Jika ingin menghirup udara segar, linapun membawanya ke luar rumah. Lina sudah
tidak berpikir lagi untuk membawa Maulana ke rumah sakit, karena tidak memiliki
biaya.Sejak anaknya menderita sakit, Lina telah mengeluarkan uang jutaan
rupiah.Bahkan rumahnya dijual untuk biaya pengobatan.
Lina juga
beberapa kali berusaha meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah Kalimantan
Barat, dengan mengajukan tuntutan di pengadilan.Lina kemudian menemui sejumlah
instansi pemerintah daerah, termasuk menemui Walikota Pontianak, dan Gubernur
Kalimantan Barat, untuk menuntut keadilan.
Namun para
pejabat tersebut tidak menanggapi pengaduan Lina.Lina tidak menyerah.Ia
kemudian membawa Maulana ke Jakarta, untuk menemui Menteri Kesehatan.Namun lagi
lagi usahanya kembali menemui jalan buntu.
Lina
kemudian memilih prosedur hukum.Ia melaporkan pemerintah Kalimantan Barat
secara pidana, dan juga menggugatnya secara perdata.Namun di pengadilan, hakim
meminta Lina dan perwakilan pemerintah sebagai tergugat, untuk
berdamai.Hasilnya cukup menjanjikan. Pemerintah Daerah Kalimantan Barat,
berjanji akan menanggung penuh obat dan kebutuhan perawatan maulana di rumah
sakit seumur hidup.
Janji
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, sungguh melegakan. Karena upayanya mencari
keadilan, kini menemui titik terang.Namun harapan lina kembali pupus.Ternyata
kesanggupan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat hanya janji janji kosong.Setelah
berjalan lebih sepuluh tahun, Pemerintah Daerah Kalimantan Barat tidak memenuhi
janjinya.
Kini Lina
hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit.Lina dan Maulana bersama ketiga
anaknya yang lain, tinggal di rumah sangat sederhana, di Komplek Perumahan
Kopri, di kawasan Pinggiran Sungai Raya Dalam Kabupaten Kubu Raya.Untuk hidup
sehari hari, Linapun membuka warung kecil-kecilan di teras rumahnya.
Lina
sebenarnya masih punya keinginan untuk kembali menggugat Pemerintah Daerah
Kalimantan Barat. Namun ia mengaku tidak lagi memiliki dana. Yang membuat Lina
pasrah, adalah tidak ada dokter yang bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus
ini.
Sementara
itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, meminta pihak pemerintah bertanggungjawab
atas kasus yang menimpa Maulana. Menurut Direktur LBH Kesehatan, Iskandar
Sitorus, kasus dugaan mal praktik yang menimpa Maulana, mencerminkan lemahnya
tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan.
Aturan
atau kebijakan yang diterapkan sudah kadaluarsa. Sementara hingga saat ini publik
sendiri masih menunggu kapan akan disosialisasikan rancangan undang undang
tentang pasien. Jika UU Pasien sudah ada, diharapkan tidak akan ada lagi
Maulana Maulana lainnya.
Ketua Umum
Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris menyatakan, profesi dokter, diikat oleh
sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis Kode Etik Kedokteran atau
MKEK.Seorang dokter dapat dikatakan melakukan pelanggaran saat praktek, jika
sudah dibuktikan dalam suatu sidang majelis kode etik.
Hukuman
yang dijatuhkan majelis kode etik biasanya berkisar pada skorsing praktek,
disuruh kembali sekolah untuk memperdalam ilmunya hingga dicabut ijin praktek
kedokterannya.
Kasus
dugaan mal praktek seperti kasus Maulana memang tak sedikit jumlahnya.Beberapa
kasus yang sempat terangkat ke masyarakat umumnya terjadi setelah pasca
imunisasi, operasi bahkan tak jarang setelah si pasien berobat ke ahli
kesehatan karena sebelumnya diindikasikan menderita suatu penyakit.
Seperti
halnya kasus kasus sejenis, kasus Maulana pun membutuhkan waktu berbulan bulan
bahkan bertahun tahun duduk dikursi persidangan untuk memperoleh keadilan.
Dan
ironisnya perdebatan sengit menyoal kasus dugaan mal praktik di pengadilan
hampir dipastikan berakhir dengan bertambahnya sakit hati bagi sang korban.
Sakit hati karena kasusnya tak bisa diteruskan, atau bahkan ditolak majelis
hakim karena kurang lengkapnya data pendukung.
LBH
Kesehatan, sebagai wadah bantuan hukum bagi mereka yang merasa abaikan haknya
oleh oknum aparat kesehatan memiliki data yang tidak sedikit. Saat ini saja LBH
Kesehatan membantu menangani 58 kasus dugaam mal praktik di sejumlah wilayah
Indonesia.Sementara kasus yang telah dilaporkan di sejumlah aparat penegak
hukum mencapai 130 kasus.Namun ironisnya, hanya sedikit kasus dugaan mal
praktek yang maju ke meja hijau yang menang dalam persidangan.
Upaya
hukum untuk mencari keadilan bagi korban dugan mal praktik kerap berlangsung di
sejumlah ruang pengadilan.Dari upaya hukum pidana, perdata bahkan hingga tun
atau tata usaha negara.Dari catatan LBH Kesehatan, dari beberapa bentuk tata
peradilan tersebut, bisa dibilang peradilan perdatalah yang paling memungkinkan
seorang korban dugaan mal praktik memperoleh haknya. Sementara tata peradilan
lainnya umumnya jauh panggang dari api.
Pertanyaannya
sekarang, mengapa sejumlah kasus dugaan mal praktik yang bertarung dipengadilan
pidana, menjadikan korban seolah tak mampu untuk mendapatkan keadilan ?Padahal
mereka jelas jelas menjadi korban.
Kasus
Maulana membuktikan, sudah bertahun tahun Maulana tak punya kuasa saat berusaha
mencari keadilan di pengadilan pidana. Bertahun tahun pula Maulana hanya
terbentur masalah tidak adanya saksi ahli yang mau hadir dalam persidangannya
tersebut.(Sup/Ijs)
B.
Pengertian Malapraktik
Secara
harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau
tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian
dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan
ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956).
Pengertian
malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves the
physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the
patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the
patient, which is the direct cause of an injury to the patient (adanya
kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien,
atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi
penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).
Dalam
suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994)
mendefinisikanMalpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat
untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan
pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim
diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah yang sama(Malpractice is the neglect of a physician or nuse to apply
that degree of skil and learning on treating and nursing a patient which is
customarily applied in treating and caring for the sick or wounded similiarly
in the same community).
Ada dua
istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik yaitu
kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah
standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang
bertentangan dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisko
melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Malpraktek
tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terksait dengan
status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional
Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat)
melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena
memiliki ketrampilan dan pendidikan (Vestal,K.W, 1995).Hal ini bih
dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa malpraktik adalah suatu
batasan spesifik dari kelalaian.Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan
oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya.Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan
untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam melakukan kewjibannya sebagai
tenaga keperawatan.
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya
tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
C.
Bentuk-Bentuk Malapraktik
Malpraktek
yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan
sebagai berikut:
1.
Malpractice
Kelalaian
karena tindakan kurang hati-hati seseorang yang dianggap profesional.
2.
Maltreatment
Cara
perlakuan perawatan yang tidak tepat atau tidak terampil dalam bertindak.
3.
Non
feasance
Kegagalan
dalam bertindak dimana disitu terdapat suatutindakan yang harus dilakukan.
4.
Misfeasance
Melakukan
tindakan yang tidak tepat yang seharusnyadilakukan dengan tepat.
5.
Malfeasance
Melakukan
hal yang bertentangan dengan hukum atautindakan yang dapat dikategorikan tidak
tepat.
6.
Criminal
negligence
Melakukan
tindakan dengan mengabaikan keselamatan orang lain walaupun sebenarnya
mengetahui bahwa tindakannya dapat mencelakakan orang lain.
D.
Penanganan Kasus Malapraktik
Sistem
hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantive,
diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal
bangunan hukum “malpraktek”.Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter
mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi mereka dalam
menjalankan profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari pelanggaran etika
kedokteran.Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter,
merupakan bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum
diatur secara khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan
hukum positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila
diterapkan pada dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah
yang berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti
yang lebih luas dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.Istilah hukum kedokteran
mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health Law yang digunakan oleh World
Health Organization. Kemudian Health Law diterjemahkan dengan hukum
kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran kemudian digunakan sebagai bagian
dari hukum kesehatan yang semula disebut hukum medik sebagai terjemahan dari
medic law.Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan
berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum
pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di
Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical Law di
Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul dalam bentuk
modifikasi tersendiri.Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law
penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malpraktek merupakan
sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek yang diketahui dan
dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal dari alam pemikiran
barat.Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu
rumusan pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia
(bila memang diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa
Indonesia dengan berlandaskan budaya bangsa yang kemudian dapat diterima
sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system kesehatan
nasional.
Dari
penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan malpraktek di
Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan
jalur non litigasi (diluar peradilan).Untuk penanganan bukti-bukti hukum
tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan
profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam
pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan
masalah kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai
anggota masyarakat, sebagai penanggung jawab hak dan kewajiban menurut
ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena menyangkut 2 (dua) disiplin
ilmu yang berbeda maka metode pendekatan yang digunakan dalam mencari jalan
keluar bagi masalah ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik
melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik
Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut
dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui
jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi
profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang
terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini juga
diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa
penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi
melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).
Pada
tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau
tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab
profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang
keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili
organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli
Sosiologi. Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK
dapat diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari
para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk
bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien
tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja
dan kurang memikirkan kepentingan pasien.
E.
Pencegahan Kasus Malapraktik
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam
pelayanan kesehatan
Dengan
adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak
hati-hati, yakni:
a.
Tidak
menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil
(resultaat verbintenis).
b.
Sebelum
melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang
dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan,
konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara
manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan
pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila
upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif
dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga
kesehatan.
Apabila
tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka
tenaga kesehatan dapatmelakukan:
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk
menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa
yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of
treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin(men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan
mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan
pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan
bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara
mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehinggayang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara
perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil
penggugat, karena dalam lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan
dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas
derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan
adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa
loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan
kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung
antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan
yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal
inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah menjabarkan
pembahasan dari masalah makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa malapraktik
adalah kelalaian seseorang dalam merawat atau mengobati. Dalam malapraktik ada
dua istilah yaitu kelalaian dan malapraktik sendiri, tetapi keduannya tidak
sama karena malapraktik sifatnya lebih spesifik.
Dalam
menangani kasus mala praktik, hukum di Indonesia menggunakan hukum substantive
yaitu hokum pidana, hokum perdata dan hokum administrasi dalam kasus maulana
dalah salah satu koban malapraktik.Dia seorang bayi sehat yang mendapat
imunisasi tiga sekaligus.Setelah imunisasi maulana mengalami penurunan
kesehatan yang akhirnya membuat maulana lumpuh.Orang tua maulana mengguagat
tetapi gagal.Dari kasus ini belum ada penyelesaian ataupun ganti rugi dari
pihak kesehatan.
B.
Saran
Adapun
saran penulis adalah sebagai berikut :
1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih
bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan.
2. Sebaiknya lakukanlah layanan
kesehatan secara hati-hati dan professional.
3. Sebagai pengguan jasa layanan
kesehatan (masyarakat) sebaiknya lebih teliti dalam mengurusi masalah
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/uu-ri-no-29-tahun-2004-tentang-praktik-kedokteran-t93.htm
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
|
KATA
PENGANTAR
Dengan kebesaran Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang,
penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah "Mal Praktek".
Adapun makalah "Mal Praktek" ini
telah penulis usahakan dapat disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan
dari berbagai pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara
tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini.
Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun
makalah ini dengan sebaik-baiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya
selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun
kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik
dan saran kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah "Mal Praktek" ini
bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.
Pariaman,
Oktober 2014
Penulis
|
Komentar
Posting Komentar