MAKALAH ASKEB IV KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM MASA NIFAS SERTA PENANGANANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat
kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium
Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai
target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun
2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya sudah
banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah‐langkah untuk mengatasinya. Meski
demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah dilakukan pemerintah masih belum
mampu mempercepat penurunan AKI seperti diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita
dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan
peningkatan (dari 228 per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100 000
kelahiran hidup). Diskusi sudah banyak dilakukan dalam rangka membahas mengenai
sulitnya menghitung AKI dan sulitnya menginterpretasi data AKI yang berbeda‐beda dan fluktuasinya kadang
drastis. (Depkes, 2013)
Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6
minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif anatomi kembali ke keadaan tidak
hamil yang normal. (Obstetri William).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil.
Lama masa nifas 6-8 minggu. (Sinopsis Obstetri).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa
nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, diantaranya disebabkan
oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pasca persalinan
merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan darah dan
system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian
dan morbiditas ibu.
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus
genetalis setelah persalinan. Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke
2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari. Istilah
infeksi nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh mesuknya kuman-kuman
kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas pada
awalnya adalah penyebab kematian maternal yang paling banyak,namun dengan
kemajuan ilmu kebidanan terutama pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas,
pencegahan dan penemuan obat-obat baru dari itulah dapat diminimalisir
terjdinya infeksi nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi
nifas, mulai dari apa itu infeksi nifas, bagaimana penyebab terjadinya
infeksinya, pencegahanya dan pengobatan dari infeksi nifas tersebut. Hal ini
ditujukan untuk terwujudnya persalinan yang aman asuhan nifas yang higienis
sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
1.2
Tujuan Penulisan
Mengetahui
berbagai komplikasi dan penyulit dalam masa nifas serta penanganan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi dalam masa nifas.
1.3
Manfaat Penulisan
a. Bagi Pendidikan
1. Pendidikan mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya
dengan teori yang terbaru dan penatalaksanaan sesuai teori.
2. Pendidikan mampu menjadi bahan acuan
untuk penulisan selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam
masa nifas serta penanganannya dengan teori yang terbaru dan penatalaksanaan
sesuai teori.
b. Bagi Klien/Masyarakat
1. Memberikan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam
masa nifas sesuai kebutuhan ibu dan bayi.
2. Menghindari pencegahan yang memicu
terjadinya komplikasi dan penyakit yang berkaitan dengan masa nifas pada ibu
dan bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Infeksi
Infeksi
nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam
masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu
persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab
apapun. (Rustam Mochtar, 1998)
Morbiditas
puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38oC atau lebih selama
2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, kecuali pada hari pertama. Suhu diukur
4 kali secara oral. (Rustam Mochtar, 1998)
2.2
Etiologi
Bermacam-macam
jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti eksogen (kuman datang dari luar),
autogen ( kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen ( dari jalan
lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai
penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman
yang sering menyebabkan infeksi antaralain adalah:
1)
Streptococcus
Haemoliticus Aerobik
Masuk
secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita
lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, dan sebagainya.
2)
Staphylococcus
Aureus
Masuk
secara eksogen, infeksi sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
Rumah Sakit.
3)
Escherichia
Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan
infeksi terbatas.
4)
Clostridium
Welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan
pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar Rumah Sakit.
Cara
terjadinya infeksi:
a) Manipulasi penolong yang tidak suci
hama, atau pemeriksaan dalam yang berulang-ulang dapat membawa bakteri yang
sudah ada ke dalam rongga rahim.
b) Alat-alat yang tidak suci hama.
c) Infeksi droplet, sarung tangan dan
alat-alata terkena infeksi kontaminasi yang berasal dari hidung, tenggorokan,
dari penolong dan pembantunya atau orang lain.
2.3
Predisposisi
a.
Partus
lama, partus terlantar, dan ketuban pecah lama.
b.
Tindakan
obstetri operatif baik pervaginam maupun perabdominal.
c.
Tertinggalnya
sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam rongga rahim.
d. Keadaan-keadaan yang menurunkan daya
tahan seperti perdarahan, kelelahan, malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi, dan
penyakit ibu lainnya (penyakit jantung, TBC paru, pneumonia, dll).
2.4
Klasifikasi
1) Infeksi terbatas lokalisasinya pada
perineum, vulva, serviks, dan endometrium.
2) Infeksi yang menyebar ke tempat lain
melalui: pembuluh darah vena, pembuluh limfe dan endometrium.
2.5
Macam-Macam Infeksi Nifas
2.5.1
Endometritis
a. Pengertian
1. Endometritis
adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada jaringan (Ben-zion Tuber, 1994).
2. Endometritis
adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. (
Prof.dr.Ida Bagus,).
3. Endometritis
adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B. G.,
1998).- Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah
melahirkan.
4. Endometritis
secara umum adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke
miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan
nonobstetric endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common
nonobstetric pendahulunya dalam populasi.
5. Endometritis
dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti
abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran
yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang
dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.
b. Tipe Endometritis
2. Endometritis sinsitial (peradangan
dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang
banyak)
3. Endometritis tuberkulosa (peradangan
pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi, biasanya
akibat Mycobacterium tuberculosis.)
c. Etiologi
Macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman
datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50%
adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain
adalah :
1) Streptococcus
haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya
eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2) Staphylococcus
aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun
kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3)
Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman inimerupakan sebab penting dari
infeksi traktus urinarius.
4)
Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang
ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama
bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang
lama. Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta
yang tertahan setelah abortus dan melahirkan.
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada
wanita adalah:
1. Waktu
persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2. Pecahnya
ketuban berlangsung lama.
3. Adanya
pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4. Teknik
aseptik tidak dipatuhi.
5. Manipulasi
intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6. Trauma
jaringan yang luas/luka terbuka.
7. Kelahiran
secara bedah.
8. Retensi
fragmen plasenta/membran amnion.
Miroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter
foetus, Brucella sp., Vibrio sp., dan trikomoniasis foetus. Endometritis juga
dapat diakibatkan oleh bakteri
oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum .Endometritis
biasa terjadi setelah kejadian aborsi , kelahiran kembar , serta kerusakan
jalan kelahiran sesudah melahirkan.
d. Faktor Predisposisi
1. Aborsi
2. Kelahiran
kembar
3. Kerusakan
jalan lahir
4. Kelanjutan
retensio plasenta yang mengakibatkan involusi pasca persalinan menjadi menurun
5. Adanya
korpus luteun persisten.
6. Persalinan
Pervaginam
Jika dibandingkan dengan persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya
endometritis pada tersalinan pervaginam relatif jarang.Bila persalinan
pervaginam disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah prematur yang lama,
partus yang lama dan pemeriksaan dalam berulang, maka kejadian endometritis
akan meningkat sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamniotis intrapartum,
maka kejadian endometritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.
7. Persalinan
SC
SC merupakan faktor predisposisi utama timbulnya endometritis dan erat
kaitannya dengan status sosial ekonomi penderita. Faktor resiko penting untuk
timbulnya infeksi adalah lamanya proses persalinan dan ketuban pecah,
pemeriksaan dalam berulang dan pemakaian alat monitoring janin internal. Karena
adanya faktor resiko tersebut america
college of obsetricians andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika
profilaksis pada tindakan secsio caesarea.
e. Tanda dan Gejala Endometritis
Tanda dan gejala endometritis antara lain
:
1. Peningkatan
demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada keparahan
infeksi.
2. Takikardia
3. Menggigil
dengan infeksi berat
4. Nyeri tekan
uteri menyebar secara lateral
5. Nyeri
panggul dengan pemeriksaan bimanual
6. Subinvolusi
7. Lokhia
sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8. Hitung sel
darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis
9. Perdarahan
pervaginam
10. Shock sepsis
maupun hemoragik
11. Abdomen
distensi atau pembengkakan.
12. Abnormal
pendarahan vagina
13. Discomfort
dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14. Terjadi
ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)
f. Klasifikasi Endometritis
Menurut Wiknjosastro (2002),
1. Endometritis akut
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis
post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis
post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit
berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas
dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke
parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala
endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam
keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea
yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di
luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,
memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah
endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di
sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa
patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu
dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam
pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah,
agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
a.
Demam
b.
Lochea berbau : pada endometritis post abortum
kadang-kadang keluar lochea yang purulent.
c.
Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d. Kalau radang
tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Penatalaksanaan :
a. Dalam
pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar
infeksi tidak menjalar.
Terapi :
a.
Uterotonika.
b.
Istirahat, letak fowler.
c.
Antibiotika.
d. Endometritis
senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi
estrogen.
2. Endometritis kronik
Radang ini
jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi.
Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu
menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase,
dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian endometrium lain.
Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel plasma pada stroma. Penyebab
yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC, dan klamidia.
Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah memiliki
riwayat kanker leher rahim atau kanker endrometrium. Gejala endometritis
kronis berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah,
leukorea serta kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia. Pengobatan tergantung
dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
a.
Pada tuberkulosis.
b.
Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c.
Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d. Pada polip
uterus dengan infeksi.
e.
Pada tumor ganas uterus.
f.
Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat
pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat
desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah
apa yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena
adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a.
Flour albus yang keluar dari ostium.
b.
Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi :
a.
Perlu dilakukan kuretase.
g. Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme
oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau
melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat
terjadi endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat
kawin suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak
bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun
bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas
foetus).
Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat
implantasi plesenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan.bakteri yang
berkoloni diserviks akan dan vagina akan
menginvasi tempat implantasi plasenta saat itu biasanya merupakan sebuah luka
dengan diameter kurang lebih 4 cm dengan
permukaan luka berbenjol–benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus.
Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen
Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat
infeksi pada luka operasi selain infeksi yang terjadi pada tempat implantasi
plasenta.
h. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi
kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang
lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri
pada perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa
kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi
cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang
lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1. Nyeri
abdomen bagian bawah.
2. Mengeluarkan
keputihan (leukorea).
3. Kadang
terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi
penyebaran :
a.
Miometritis
b.
Parametritis
c.
Salpingitis
d. Ooforitis
e.
Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.
(Manuaba, I. B. G., 1998)
Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
1. Takikardi
100-140 bpm.
2. Suhu 30 –
40ᵒ celcius.
3. Menggigil.
4. Nyeri tekan
uterus yang meluas secara lateral.
5. Peningkatan
nyeri setelah melahirkan.
6. Sub
involusi.
7. Distensi
abdomen.
8. Lokea
sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.
9. Awitan 3-5
hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10. Jumlah sel
darah putih meningkat.
i.
Diagnosis
Endometritis
dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan
vaginal dan biopsi. Keluhan kasus endometritis
biasanya beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang sangat ringan.
Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya lendir,
lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan
kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi per
rektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi
tidak dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran
mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus.
Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy
endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi
traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa
endometritis. Pemeriksaan visual
atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting
untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan isi
dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau
vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem
penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik,
pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari
diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari vagina.
Sangat
penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus endometritis
di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan postpartum
dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan yang
rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina
yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan
vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat
palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding
uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah
tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat
periode postpartum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh
inseminator untuk memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada
uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan
berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah pada endometritis.
Keradangan
pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas
seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi uterus, penting
untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum.
Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat
dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak
adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi
uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di
dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil
granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara
sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan
mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat,
menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan
deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan
paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam
vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi
dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina
untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak
menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut
atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan
cervicitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan
dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined
cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi
mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak
mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk
pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere
karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.
j.
Komplikasi
Komplikasi yang potensial dari endometritis
adalah sebagai berikut:
1. Luka infeksi
Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam
menetap meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya
dijumpai eritema, indurasi, dan drainase insisi
2. Karena peritonitis
Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas
abdomen biasanya tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang
berkaitan dengan kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus
dan meluas hanya ke peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi
biasanya medis. Sebaliknya peritonitis abdomen generalisata akibat cedera
usus atau nekrosis insisi uterus,
sebaiknya diterapi secara bedah .
3. Parametrial
phlegmon
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar, terjadi
selulitis parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah
indursi yang disebut flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum
(parametria)atau dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi uterus.
Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping
panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam
meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pasca sesar.
4. Panggul
abses
Flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum
latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang
mengancam nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan
computed tomography, kolpotami, atau melalui
abdomen, bergantung pada lokasi abses.
5. Abses
subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus
Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah
terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang
subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia . Hal ini
bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada wanita dengan demam lama. Di
perlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.
6.
Septik panggul thrombophlebitis
Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi
uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai
vena-vena di ovarium.
k. Penatalaksanaan
1. Antibiotika
ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi. Evaluasi klinis
dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan
bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk
untuk terapi antibiotik.
2. Cairan
intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi
pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat
mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi
yang memadai.
3. Pengganti
darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post
partum.
4. Tirah baring
dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5. Tindakan
bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan
plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan
hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin
ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan
bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal)
2.5.2
Bendungan ASI
1.
Pengertian
Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari
saluran sistem laktasi.
Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada limfatik
dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpul pada
daerah duktus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus.
2.
Gejala
umum
Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara penuh. Pada payudara bengkak: payudara odem, sakit, puting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan ASI tidak keluar kemudian
badan menjadi demam setelah 24 jam. Sedangkan pada payudara penuh: payudara terasa berat, panas dan keras. Bila ASI dikeluarkan
tidak ada demam.
3.
Tanda
gejala selalu ada
a.
Buah
dada nyeri dan bengkak.
b. 3-5 hari nifas.
4.
Tanda
gejala kadang-kadang ada :
a. Buah dada bengkak
b. Kedua buah dada terkena
5.
Pencegahan
6.
Penanganan:
Bila ibu menyusui bayinya:
a.
Susukan
sesering mungkin
b.
Kedua
payudara disusukan
c.
Kompres
hangat payudara sebelum disusukan
d.
Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih mudah
memasukkannya ke dalam mulut bayi.
e.
Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa dan
diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok.
f.
Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai
bendungan teratasi.
i.
Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak, bermanfaat untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI.
l.
Bila
diperlukan berikan parasetamol 500 mg
per oral setiap 4 jam
m.
Lakukan
evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Bila ibu tidak menyusui:
a.
Sangga
payudara
b.
Kompres
dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit
c.
Bila
diperlukan berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
d. Jangan dipijat atau memakai kompres
hangat pada payudara.
2.5.3
Infeksi Payudara
1. Pengertian
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis
adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting
susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi,
sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi
terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran
darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan
yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis.
2. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko
mastitis, yaitu :
a.
Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita
mastitis dari pada wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b.
Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
Serangan sebelumnya.
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini
merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
a.
Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat
meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan oksitosin tidak meningkatkan
resiko.
b.
Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi
faktor predisposisi terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A
dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
c.
Faktor kekebalan dalam ASI
3. Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.
a. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan
pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar
dua/lebih.
b. Infeksi
Organismen yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara
adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan.
Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.
4. Patofisiologi
Stasis ASI peningkatan tekanan duktus jika ASI tidak segera dikeluarkanàpeningkatan
tegangan alveoli yang berlebihanàsel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekanàpermeabilitas jaringan ikat meningkatàbeberapa komponen(terutama
protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
jaringan sekitar selàmemicu rrespon imunàrespon inflmasiàkerusakan
jaringanàmempermudah terjadinya infeksi (Staohylococcus aureus dan
Sterptococcus) dari port d’ entry yaitu: duktus laktiferus ke lobus sekresi dan
putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus/ periduktal dan secara
hematogen.
5. Manifestasi Klinis
1) Gejala
mastitis infeksiosa
a. Lemah,
mialgia, nyeri kepala seperti gejala flu dan ada juga yang di sertai takikardia
b. Demam suhu
> 38,5 derajat celcius
c. Ada luka
pada puting payudara
d. Kulit
payudara kemerahan atau mengkilat
e. Terasa keras
dan tegang
f. Payudara
membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan yang berbatas tegas
g. Peningkatan
kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin
2) Gejala
mastitis non infeksiosa
a. Adanya
bercak panas/nyeri tekan yang akut
b. Bercak kecil
keras yang nyeri tekan
c. Tidak ada
demam dan ibu masih merasa naik-baik saja.
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala klinis yang diperoleh dari
anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
7. Diagnosis Banding
a. Mastitis
infeksiosa
b. Mastitis non
infeksiosa
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Lab darah
b. Kultur kuman
c. Uji
sensitifitas
d. Mammografi
e. USG payudara
9. Tatalaksana
Pencegahan
1) Perbaikan
pemahaman penatalaksanaan menyusui
a.
Menyusui sidini mungkin setelah melahirkan
b. Menyusui
dengan posisi yang benar
c.
Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
d. Makan dengan
gizi yang seimbang
2) Hal-hal yang
menganggu proses menyusui, membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan
meningkatkan statis ASI antara lain:
a. Penggunaan
dot
b. Pemberian
minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama
c. Tindakan
melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk menghisap
payudara yang lain.
d. Beban kerja
yang berat atau penuh tekanan
e. Kealpaan
menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
f. Trauma
payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.2. Penatalaksaan
yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
3) Hal-hal yang
harus dilakukan yaitu :
a. Ibu harus
dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk memperbaiki
pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
b. Ibu harus
didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki tanpa
batas.
c. Perawatan
payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI3. Perhatian
dini terhadap semua tanda statis ASI
4) Ibu harus
memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri/panas/kemerahan :
a.
Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti
kealpaan menyusui.
b. Bila ibu
mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
5) Bila ibu
mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk :
a.
Beristirahat, di tempat tidur bila mungkin.
b.
Sering menyusui pada payudara yang terkena.
c.
Mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam
dengan air hangat/pancuran.
d.
Memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi
menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut.
e.
Mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih
baik pada keesokan harinya.
Perhatian
dini pada kesulitan menyusui lain
6) Ibu
membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu mengalami kesulitan
yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti :
a.
Nyeri/puting pecah-pecah
b. Ketidaknyaman
payudara setelah menyusui
c.
Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung
puting ketika bayi melepaskan payudara)
d. Bayi yang
tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
e.
Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap
ASInya tidak cukup
f.
Pengenalan makanan lain secara dini
g. Menggunakan
dot
7) Pengendalian
infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat
gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah
sakit.
10. Penanganan
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah :
a.
Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan
membuat frustasi, dan membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam
penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan
emosional. Ibu harus dinyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman
untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan
bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua
tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang terkena. Ia akan membutuhkan tindak
lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai ia
benar-benar pulih.
b.
Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :
a) Bantu ibu
memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b)
Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan
c) Bila perlu
peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi
c.
Terapi antibiotik.
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
a) Hitung sel
dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b) Gejala berat
sejak awal
c) Terlihat
puting pecah-pecah
d) Gejala tidak
membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
Antibiotik
laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcusb aureus. Untuk
organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika
mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri
antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
1. Eritromisin
250-500 mg setiap 6 jam
2. Flukloksasilin
250 mg setiap 6 jam
3. Dikloksasilin
125-250 mg setiap 6 jam per oral
4. Amoksasilin
(sic) 250-500 mg setiap 8 jam
5. Sefaleksin
250-500 mg setiap 6 jam
Pada kasus infeksi mastitis,
penanganannya antara lain :
Berikan antibiotik
Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali
sehari setiap 6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali
sehari selama 10 hari. Bantulah ibu agar tetap menyusui, bebat/sangga payudara,
kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkan dan nyeri, berikan
parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam, Evaluasi 3 hari
d.
Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan
analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat
membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang
paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya
dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran
susu.
Tindakan lain yang dianjurkan adalah
penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan
membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.
11. Komplikasi
Abses payudara, pengumpulan nanah di payudara, dan
sepsis
2.5.4
Tromboplebitis
1. Pengertian
Tromboflebitis merupakan trombosis yang diawali dengan
peradangan.
Definisi
Tromboflebitis secara umum
Tromboflebitis
adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder akibat
inflamasi/trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian.
Definisi
Tromboflebitis menurut Adele Pillitteri, 2007
Tromboflebitis
merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan
darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi
vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin kerena
kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan
penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah.
Definisi Tromboflebitis menurut
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, 2002
Tromboflebitis
adalah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah
di sepanjang vena dan cabang-cabangnya
Jadi, Tromboflebitis
adalah radang vena yang berhubungan dengan pembentukan trombus. Tromboflebitis
merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan
darah. Tromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen .
2. Klasifikasi
a.
Tromboflebitis Femoralis
Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua
vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis yang
disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah,
perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh
infeksi atau venaseksi.
b.
Tromboflebitis Pelvik
Mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering
terkena adalah vena ovarika dektra karena infeksi pada tempat implantasi
plasenta terletak di bagian atas uterus. Perluasan infeksi dari vena ovarika
sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari vena ovarika
dekstra ialah ke vena kava inferior.Perluasan infeksi dari vena uterina ialah
ke vena iliaka komunis.
Bakteri yang biasanya berkaitan dengan tromboflebitis
streptokokus anaerob dan bakteriodes
3. Etiologi
Secara umum etiologi tromboflebitis adalah sebagai
berikut:
a.
perluasan infeksi endometrium
b.
mempunyai varises pada vena
c.
obesitas
4. Faktor Predisposisi Tromboflebitis
a.
Pertambahan usia, semakin tua maka
semakin beresiko terjadi tromboflebitis.
b.
Episode tromboflebitis sebelumnya
c.
Pembedahan obstetric
d.
Kelahiran
e.
Obesitas
f.
Imobilisasi
g.
Trauma vaskula
h.
Varises
i.
Multiparietas
j.
Supresi
laktasi dengan esterogen
k.
Infeksi
nifas
5. Patofisiologi
Patofisiologi
Tromboflebitis
Terjadinya
thrombus :
a.
Abnormalitas
dinding pembuluh darah
Formasi
trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah atau
kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stasis vena lazim dialami oleh
orang-orang yang imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan
gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Stasis vena juga
mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut dan paha
ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil.
b.
Perubahan
komposisi darah (hyperkoagulabilitas)
Hyperkoagulabilitas
darah yang menyertai trauma, kelahiran dan IMA juga mempermudah terjadinya
trombosis. Infus intravena, banyak faktor telah dianggap terlibat dalam
patogenesis flebitis karena infus intravena, antara lain:
(1)
Faktor-faktor
kimia seperti obat atau cairan yang iritan (flebitis kimia)
a. pH dan osmolaritas cairan infus yang
ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi. Obat suntik yang bisa
menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin,
amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi.
b. Mikropartikel yang terbentuk bila
partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran.
c. Penempatan kanula pada vena
proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus
dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung tangan jika
mungkin, terutama pada pasien usia lanjut
d. Kateter yang terbuat dari silikon dan
poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon)
karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi
untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau
polietilen.
(2)
Faktor-faktor
mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi. (Kanula yang
dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran
kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik).
(3)
Agen
infeksius.
Faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
a. Teknik pencucian tangan yang buruk
b. Kegagalan memeriksa peralatan yang
rusak.
c. Pembungkus yang bocor atau robek
mengundang bakteri.
d. Teknik aseptik tidak baik
e. Teknik pemasangan kanula yang buruk
f. Kanula dipasang terlalu lama
g. Tempat suntik jarang diinspeksi
visual
h. Gangguan aliran darah
6. Manifestasi klinis
Penderita-penderita
umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena (nyeri yang
terlokalisasi), yang nyeri tekan, kulit di sekitarnya kemerahan (timbul dengan
cepat diatas vena) dan terasa hangat sampai panas. Juga dinyatakan adanya
oedema atau pembengkakan agak luas, nyeri bila terjadi atau menggerakkan
lengan, juga pada gerakan-gerakan otot tertentu. Pada perabaan, selain nyeri
tekan, diraba pula pengerasan dari jalur vena tersebut, pada tempat-tempat
dimana terdapat katup vena, kadang-kadang diraba fluktuasi, sebagai tanda
adanya hambatan aliran vena dan menggembungnya vena di daerah katup. Fluktuasi
ini dapat pula terjadi karena pembentukan abses. Febris dapat terjadi pada
penderita-penderita ini, tetapi biasanya pada orang dewasa hanya dirasakan
sebagai malaise.
1)
Pelvio
tromboflebitis
a. Nyeri yang terdapat pada perut
bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas
dengan atau tanpa panas.
b. Penderita tampak sakit berat dengan
gambaran karakteristik sebagai berikut:
a) Menggigil berulang kali, menggil
inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam
saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak
panas.
b) Suhu badan naik turun secara tajam
(36oC menjadi 40oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris
seperti pada endometritis).
c) Penyakit dapat langsung selama 1-3
bulan.
c. Abses pada pelvis
d. Gambaran darah
a) Terdapat leukositosis (meskipun
setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).
b) Untuk membuat kultur darah, darah
diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar
dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
e. Pada periksa dalam hampir tidak
diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang
sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
f. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain pada paru- paru (infark, abses, pneumonia), pada ginjal sinistra yang
diiikuti proteinurina, hematuria, pada persedian.
2)
Tromboflebitis
femoralis
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan
subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari
ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
b. Pada salah satu kaki yang terkena,
biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi
dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki
lainnya.
2) Seluruh bagian dari salah satu vena
pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
3) Nyeri hebat pada lipat paha dan
daerah paha.
4) Reflektorik akan terjadi spasmus
arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan
pulsasi menurun.
5) Edema kadang-kadang terjadi sebelum
atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi
lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus
dari bawah ke atas.
6) Nyeri pada betis, yang terjadi
spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda
homan positif).
7. Penatalaksanaan Tromboflebitis
1)
Pelvio
tromboflebitis
a. Lakukan pencegahan terhadap
endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan teknik aseptik yang baik
b. Rawat inap : penderita tirah baring
untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum
c. Terapi medik: pemberian antibiotika,
heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum
d. Terapi operatif : pengikatan vena
kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai
mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk
menjalani pembedahan.
2)
Tromboflebitis
femoralis
a.
Terapi
medik : Pemberian analgesik dan antibiotik.
b.
Anjurkan
ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan
menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah. Jauhkan tekanan dari daerah
untuk mengurangi rasa sakit dan mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut.
c.
Tinggikan
daerah yang terkena untuk mengurangi pembengkakan. Pastikan Pasien untuk tidak
berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan
untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang
kuat pada betis.
d.
Sediakan
stocking pendukung kepada Pasien pasca partum yang memiliki varises vena untuk
meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
e.
Instruksikan
kepada Pasien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan
melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
f.
Anjurkan
tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
g.
Dapatkan
nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
h.
Berikan
anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
i.
Berikan
alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi,
pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki Pasien
sehingga aliran darah tidak terhambat.
j.
Sediakan
bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
k.
Ukur
diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran
tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau
penurunan ukuran.
l.
Dapatkan
laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji
pendarahan jika Pasien dalam terapi antikoagulan.
m. Adanya kemungkinan tanda pendarahan
lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah
yang keluar dari jahitan episiotomi.
n.
Yakinkan
Pasien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui
karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
o.
Siapkan
pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
p.
Jelaskan
pada Pasien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub
kutan Jelaskan kepada Pasien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan
tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan
trombofrebitis yang tepat telah dilakukan.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonograf Doppler
Tehnik dopler memungkinkan penilaian
kualitatif terhadap kemampuan katub pada vena profunda,vena penghubung dan vena
yang mengalami pervorasi
b. Pemeriksaan hematokrit
Mengidentifikasi
Hemokonsentrasi
c. Pemeriksaan Koagulasi
Menunjukkan
hiperkoagulabilitas
d. Biakan darah
Pemeriksaan Baik aerob maupun anaerob dapat
membantu. Organisme yang penting untuk di antisipasi meliputi Streptokokus
aerob dan anaerob. Staphilokokus aureus ,Eschercia coli dan Bakteriodes
e. Pemindai ultrasuond dupleks
dengan tehnik ini obstruksi vena dan
refleks katub dapat dideteksi dan dilokalisasi dan dapat dilihat diagram vena-vena penghubung
yang tidak kompeten
f. Venografi
Bahan kontras disuntikkan kedalam sistem vena untuk memberikan gambaran
pada vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis.
9. Komplikasi
a. Tromboflebitis
pelvica
Komplikasi
potensial dari tromboflebitis pelvica antara lain adalah:
a) emboli paru septik
b) septikemia
c) emfisema
b. Tromboflebitis
femoralis
Komplikasi
potensial dari tromboflebitis femoralis yang paling serius adalah emboli paru.
2.5.5
Peritonitis
1. Pengertian
Adalah Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis
yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Peritonitis berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe
uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke
periyoneum, atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritoritis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis
disebut pelvioperitonitis, bila meluas keseluruh rongga perineum disebut
peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari
selurih kematian karena infeksi.
2. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative
sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
Tanda gejala yang lain juga terjadi:
a)
Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
b) Demam
menggigil
c)
Pols tinggi, kecil
d) Perut
gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
e)
Muntah
f)
Pasien gelisah, mata cekung
g) Pembengkakan
dan nyeri di perut
h) Demam dan
menggigil
i)
Kehilangan nafsu makan
j)
Haus
k) Mual dan
muntah
l)
Urin terbatas
m) Bisa
terdapat pembentukan abses.
n) Sebelum mati
ada delirium dan coma
3. Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat
terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
Komplikasi
dini
a.
Septikemia dan syok septic
b.
Syok hipovolemik
c.
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat
dikontrol dengan kegagalan multi system
d. Abses
residual intraperitoneal
e.
Portal Pyemia (misal abses hepar)
Komplikasi
lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi
intestinal rekuren
4. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Menurut Netina
(2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
b) Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c) Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
e) Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
f) Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
g) Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan
pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
h) Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
5. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan
pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi
yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman
penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi
dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang
begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis
(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat
baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan
peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat
diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ
yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan
penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan
tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut. Karena peritonitis
berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di
rumah sakit.
2.5.6
Infeksi Luka Perineum
1. Pengertian
Infeksi
luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena masuknya kuman-kuman
ke dalam luka episotomi atau abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan
tanda-tanda infeksi jaringan sekitar. Disebabkan oleh keadaan yang kurang
bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
2. Tanda dan Gejala
Tanda
gejala selalu ada yaitu luka, keluar cairan atau darah. Tanda gejala
kadang-kadang ada yaitu eitema ringan diluar insisi.
3. Penanganan.
a) Bila didapat pus dan cairan pada
luka, buka dan lakukan pengeluaran
b) Daerah jaitan yang terinfeksi
dihilangkan dan lakukan debridement
c) Bila infeksi sedikit tidak perlu di
antibiotika
d) Bila infeksi relative superficial
berikan ampisilin 500 mg per oral setiap
6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari
e) Bila infeksi dalam dan melibatkan
otot dan menyebabkan nekrosis, beri penisilin G 2 juta IV setiap 4 jam ( atau
ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan gentamisin 5 mg/kg berat badan
perhariIV sekali ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai
bebas panas selama 24 jam.
f) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalutyang bersih
dan sering diganti.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan
alat-alat genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. (Rustam Mochtar, 1998)
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan,
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat lain
dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Yang termasuk ke dalam
infeksi masa nifas yaitu metritis, bendungan payudara, infeksi payudara, abses
payudara, abses pelvis, peritonitis, dan infeksi luka perineum dan luka
abdominal.
3.2 Saran
3.2.1
Bagi
Pendidikan
1. Diharapkan pendidikan mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan terutama pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta
penanganannya dengan teori yang terbaru dan penatalaksanaan sesuai teori.
2. Diharapkan pendidikan mampu menjadi
bahan acuan untuk penulisan selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam
masa nifas serta penanganannya dengan teori yang terbaru dan penatalaksanaan
sesuai teori.
3.2.2
Bagi
Klien/Masyarakat
1. Diharapkan masyarakat mampu
memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai
komplikasi dan penyakit dalam masa nifas sesuai kebutuhan ibu dan bayi.
2. Diharapkan masyarakat menghindari
pencegahan yang memicu terjadinya komplikasi dan penyakit yang berkaitan dengan
masa nifas pada ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Manuaba Gde Ida Bagus.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
ii
|
MAKALAH
ASKEB IV
KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM MASA NIFAS SERTA
PENANGANANNYA
OLEH KELOMPOK
IV:
Winda Febrialita
Rida Fatmala Sari
Fitri Anggraini
Eka Putri Amelia
Rika Klarisa
Sopia Anggraini
Erlinda Yanti
Ilma Susanti
Maya Afrita Putri
Yuliani Sapasih Putri
Dosen Pembimbing
:
Elmis Pendriya Gusna, S.SiT
PROGRAM STUDI
DIII KEBIDANAN
STIKES PIALA
SAKTI
PARIAMAN
|
KATA PENGANTAR
Adapun makalah "Komplikasi dan Penyakit dalam Masa Nifas
serta Penanganannya" ini telah penulis usahakan dapat disusun dengan
sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa
untuk menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penulisan makalah ini.
Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan,
baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan
lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya
bagi pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis
agar penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah "Komplikasi dan Penyakit
dalam Masa Nifas serta Penanganannya" ini bermanfaat, dan
pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya oleh para pembaca.
Pariaman,
September 2014
Penulis
i
|
Komentar
Posting Komentar