Makalah Cidera Kepala Berat

BAB I

PENDAHULUAN


Distribusi kasus cedera kepala / cedera otak terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata – rata sekitar tiga puluh tahun, dan lebih didominasi oleh kaum laki – laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada kelompok usia anak – anak).
Pada kehidupan sehari – hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi kalangan medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan proses patofisiologis yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi diagnosik medis mutakhir cenderung bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai istilah lama seperti kromosio dan kontusio kini sudah ditingalkan dan klasifikasi cedera kepala lebih mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai keberhasilan penanganan yang maksimal.
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan pemahaman landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing – masing proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan morbilitas dan mortalitasnya.
Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit. Pada garis besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban dinamik. Beban statik timbul perlahan – lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan diterapkan pada kepala secara bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami gencetan atau efek tekanan yang lambat dan berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang, fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak. Biasanya koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.
Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik, dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari 200 mili detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan. Komplikasi kejadian ini dapat berupa hematoma intrakranial, yang dapat menjadikan penderita cedera kepala derajat ringan dalam waktu yang singkat masuk dalam suatu keadan yang gawat dan mengancam jiwanya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak “ frekuensi hematom ini terdapat pada 75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal “.
1.        Tujuan Umum
Setelah membahas tentang  “Asuhan Keperawatan Pada Klien  Cedera Kepala” mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.
2.        Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa mampu :
a.        Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b.        Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
c.        Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.





BAB II

PEMBAHASAN


Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8 atau dalam keadaan koma (Mansjoer, A,dkk, 2001 : 3).
Cedera kepala berat adalah cedera kepala dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi , pasien berada pada periode tidak sadarkan diri (Smeltzer, S.C & Bare, B.C, 2002 : 2212).
Cedera kepala berat atau memar otak terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus (Harsono, 2000 : 311).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8, dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan meskipun neuron-neuran terputus.
Penyebab cedera kepala antara lain adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olah raga, peluru atau pisau pada cedera kepala terbuka ( Corwin, J.E, 2001 : 175 ).
Gambaran klinik dari cedera kepala berat  adalah kehilangan kesadaran dan/ atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam, kontusio serebral, laserasi, hematoma intrakranial, dan skala koma glasgow 3 - 8 ( Hudak & Gallo, 1997: 226 ). Sedangkan gejala lain yang lebih khas adalah pasien terbaring, kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat, defekasi dan berkemih tanpa disadari, tekanan darah dan suhu subnormal   ( Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2000 : 2212 ).


D.      Anatomi fisiologi

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen yang terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, araknoid, dan piameter. Sedangkan sifat anatomis yang paling penting dalam mempengaruhi akibat trauma pada otak ialah tulang tengkorak. Meskipun tengkorak menjadi pelindung terhadap trauma yang lebih berat ia dapat berubah menjadi senjata terhadap otak.
Luka yang mengenai otak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1.         Hematoma epidural
Timbul setelah ruptura dari salah satu dari arteri meningea media yang ada diantara durameter dan tulang tengkorak. Dalam hal  ruptura, biasanya ada fraktur tulang tengkorak dan bersifat perdarahan arteri maka hematoma epidural dengan cepat berkumpul dan menyebabkan tekanan intrakranial yang progresif dan terjadi beberapa menit sampai beberapa jam sesudah trauma.
2.         Hematoma Subdural
Berbeda dengan hematoma epidural yang berasal dari pedarahan arteri, kebanyakan pedarahan subdural terjadi sesudah rupture dari beberapa vena jembatan yang menghubungkan sistem vena dari otak dengan sinus venosus yang tertutup di dalam durameter. Berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma dapat merobek beberapa vena halus pada tempat dimana mereka menembus durameter, dengan akibat terjadi perdarahan di dalam ruang subdural.
3.         Luka Parenkim
Cedera kepala berat terjadi bila trauma tumpul merusak atau menghancurkan jaringan otak tanpa merobek piameter. Kebanyakan tempat cedera kepala berhubungan langsung dengan traumanya dimana terjadi pada tempat benturan atau tempat yang berlawanan dengan tempat benturan. Otak dalam keadaan bergerak membentur permukaan dalam tulang tengkorak atau pada bagian yang tidak rata dalam tengkorak, misalnya sayap tulang sphenoid dan tepian tulang orbita, yang menimbulkan cedera pada kutub frontal dan temporal serta pada qirus orbitofrontalis ( Robbin & Kumar, 1995 : 492 ).  
Variasi yang abnormal pada volume intrakranial dengan diikuti perubahan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh perubahan volume dari salah satu unsur diatas. Meningkatnya takanan dalam rongga kepala dikompensasi oleh sistem vena dan cairan serebrospinal. Apabila tekanan terus meningkat, aliran darah otak akan turun dan terjadi perfusi yang tidak adekuat. Ini akan menyebabkan meningkatnya pCO2, turunnya pO2 dan pH. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan edema serebral, yang pada gilirannya makin meningkatkan tekanan intrakranial dan kompresi jaringan saraf, sehingga otak akan mengalami penurunan O2 dan glukosa, sehingga metabolisme otak terganggu ( Pahria, T, 1996 : 26-50 ).
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit, kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan dari kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak luka terbuka dari tengkorak disertai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan, pengaruh umum cedera kepala dari ringan sampai berat ialah  edema otak, defisit sesorik, dan motorik, peningkatan intrakranial. Hal ini akan mengakibatkan perubahan perfusi jaringan otak dimana kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, iskemi otak dan hipoksia, ( Long, B.C, 1996 : 203 ). Pada saat otak mengalami hipoksia tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada cedera kepala berat hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob yang menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Produksi asam laktat akan merangsang reseptor nyeri sehingga timbul sakit kepala.
Otak  dapat  berfungsi   dengan  baik  bila  kebutuhan oksigen  dan glukosa dapat  terpenuhi . Energi  yang  dihasilkan  di dalam  sel-sel  saraf  hampir  seluruhnya  melalui  proses  oksidasi . Otak  tidak  punya  cadangan oksigen, jadi  kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Dari gangguan fungsi otak akan muncul berbagai gejala antara lain penurunan fungsi nervus vagus yang akan membuat penurunan fungsi otot menelan dan beresiko tinggi terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (  Pahria,T,dkk, 1996 : 50 ).                
Kerusakan otak yang di jumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 cara yaitu 1) efek langsung trauma pada fungsi otak , 2) efek-efek kerusakan dari sel-sel otak yang bereaksi terdapat trauma. Kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh kekuatan yang diteruskan ke otak dan oleh efek perhambatan otak yang terbatas dalam kompartemen yang kaku.
Derajat kerusakan targantung kekuatan yang menimpa semakin besar kekuatan semakin parah kerusakan. Ada dua macam kakuatan yaitu pertama,cedera setempat karena benda tajam dengan kecepatan rendah dan tenaga kecil. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat terbatas dan disebakan oleh benda / fragmen tulang yang menembus dura pada tempat serangan. Kedua, cedera menyeluruh pada trauma tumpul kepala, kerusakan terjadi waktu kekuatan diteruskan pada otak.
Banyak energi diserap oleh lapisan pelindung (rambut, kulit kepala, tengkorak) tetapi pada trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi diteruskan ke otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
Efek sekunder trauma yang menyebabkan neurologik berat, disebabkan oleh reaksi jaringan terhadap cedera. Setiap kali jaringan mengalami cedera responnya dapat diperkirakan sebelumnya dengan perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel, ekstravasasi darah, peningkatan suplai darah ketempat itu dan mobilisasi sel-sel untuk memperbaiki dan membuang debris seluler.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila suplai terhenti sebagai akibat cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume darah beredar yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak, (Price, 1999 : 1016).    




















F.       WOC
Data-data yang mungkin muncul pada cedera kepala meliputi 1). Aktivitas  dan istirahat yaitu merasa lemah, lelah, perubahan kesadaran, letargi. 2). Sirkulasi yaitu  hipertensi, bradikardi, perubahan tekanan darah. 3). Pola integritas ego yaitu perubahan tingkah laku, cemas, bingung, mudah tersinggung. Eliminasi yaitu  inkontinensia, kandung kemih / usus. Makanan cairan yaitu mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Neurosensori yaitu kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, perubahan penglihatan seperti ketajaman., perubahan kesadaran, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan penginderaan. Nyeri / kenyamanan yaitu sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, wajah menyeringai, respon menarik pada ransangan nyeri, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. Pernapasan yaitu   perubahan pola napas ( apnea diselingi hiperventi lasi ), stridor, ronki. Keamanan yaitu trauma baru, fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan kognitif. Interaksi sosial yaitu afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang  (Doenges, M.E, 2000 : 270 - 272 ).
Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan cedera kepala adalah :
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, hematoma  atau edema serebral.
Dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik / sensorik, perubahan tanda vital.
Kriteria hasilnya adalah mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, kognisi dan fungsi motorik / sensori, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil, tak ada peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensinya adalah pantau / catat status neurologis, bandingkan dengan nilai skala koma glasgow normal, pantau tekanan darah, evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan, reaksi, kaji perubahan pada penglihatan, catat ada / tidaknya refleks-refleks tertentu ( menelan, batuk ), pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi, pantau pemasukan dan pengeluaran, pertahankan kepala / leher posisi tengah, netral, berikan waktu istirahat diantara aktivitas keperawatan, Kolaborasi tinggikan kepala pasien 15 – 45 derajat sesuai indikasi, batasi pemberian cairan sesuai indikasi, berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, berikan obat ( diuretik, manitol, steroid, analgesik ) sesuai indikasi ( Doenges, M.E, 2000 : 273 ).
2.      Resiko tinggi terhadap pola napas tak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak), obstruksi trakeobronkinal.
Kriteria hasilnya adalah mempertahankan pola pernapasan normal (efektif, bebas sianosis, analisa gas darah normal ).
Intevensinya adalah pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi, anjurkan pasien untuk untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar, lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter, warna dan kekeruhan sekret, auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi, pantau penggunan dari obat-obat depresan pernapasan. Serta kolaborasi dapat dipantau GDA, lakukan ronsen toraks ulang, berikan oksigen.
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi, penurunan kekuatan.
Datanya adalah ketidakmampuan bergerak, dalam lingkungan fisik, mobilitas di tempat tidur, pemindahan, ambulasi, kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang garak, penurunan kekuatan otot.
Kriteria hasilnya adalah melakukan kembali / mempertahankan posisi fungsi optimal, mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit, mendemonstrasikan teknik/perilaku yang  memungkinkan di lakukannya kembali aktifitas, mempertahankan intregitas kulit, kandung kemih, dan fungsi usus.
            Intervensinya adalah kaji derajat imobilisasi (skala 0-4), ubah posisi pasien secara teratur, pertahankan kesejajaran posisi tubuh secara fungsional, berikan/  bantu  untuk melakukan latihan rentang gerak, tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai dengan kemampuan, berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab dan ganti linen tersebut dengan bersih, pantau pola eleminasi.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan .dengan trauma jaringan, prosedur invasi.
Kriteria hasilnya adalah bebas tanda infeksi, mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada. Intervensinya adalah berikan perawatan aseptik dan antiseptik, observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasif, pantau suhu tubuh secara teratur, anjurkan untuk melakukan napas dalam. Kolaborasinya dengan cara  berikan antibiotik sesuai indikasi.
5.   Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien, kelemahan otot untuk mengunyah, menelan.
Kriteria hasilnya yaitu kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
Intervensinya adalah kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi, auskultasi bising usus, timbang berat badan sesuai indikasi, jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, tinggikan kepala tempat tidur, berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur. Kolaborasinya yaitu konsultasi dengan ahli gizi, pantau pemeriksaan laboraturium, berikan makan dengan cara yang sesuai ( Doenges, M.E, 2000 : 286 ).
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
            Kriteria hasilnya adalah berpatisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan   pengobatan, melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar.
Intevensinya adalah evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga keluarganya, berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengaruh sesudahnya, diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri, berikan instruksi dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai aktivitas, obat dan faktor penting, identifikasi sumber-sumber yang berada di masyarakat.
7.      Kurangnya perawatan diri higiene berhubungan dengan kelemahan otot.
Kriteria hasilnya adalah untuk dapat melakukan perawatan diri mandiri.
Intervensinya adalah kaji kemampuan pasien, ikut sertakan pasien dalam rencana kegiatan, dorong perawatan diri bekerjasama dengan kemampuan yang sekarang, Bantu dalam perawatan diri.
8. Gangguan rasa nyaman nyeri lokal berhubungan dengan adanya edema serebral dan hipoksia.
Kriteria hasilnya adalah pasien tidak mengeluh nyeri, hematoma dan pembengkakan hilang atau berkurang, pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensinya adalah   kaji tipe, lokasi dan durasi nyeri, jelaskan patologis terjadinya nyeri akibat daripada cedera, batasi daerah yang cedera, kaji perubahan intensitas nyeri, observasi tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi, observasi perubahan perilaku terhadap perasaan tidak nyaman, kolaborasi pemberian analgetik ( Wahidi, K. R.  &  Aryati, Y, !996 : 54 ).













BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA CEDERA KEPALA BERAT

A =  Airway (Jalan Napas)
Yang harus dikaji yaitu;
1.      Tingkat kesadaran, apakah klien terlihat sadar atau tidak.
2.      Jalan nafas, apakah ada sumbatan atau tidak seperti cairan (secret atau darah), benda asing, serpihan.
3.      Tekanan darah
4.      Wheezing/suara menciut di akhir pernafasan
5.      Rhonci/seprti suara gemuruh
Penatalaksanaannya :
-          Untuk pasien yang tidak sadar
Ø  Dilakukan chin lift (menopang dagu) dan jaw trust (mengangkat rahang), dengan tujuan untuk membuka jalan nafas
Ø  Jika ada secret atau darah maka tindakan yang akan dilakukan adalah suction yang tujuan untuk membersihkan jalan nafas
-          Untuk pasien yang sadar
Ø  Jika ada secret atau darah maka ajarkan batuk efektif
Ø  Jika ada benda asing seperti serpihan maka tindakan yang akan dilakukan adalah cross finger sedangkan kalau benda padat(bakso dll) maka tindakan yang akan dilakukan adalah back blows
B = Breathing (Pernafasan)
Yang harus dikaji yaitu:
1.      Look, listen, feel (kalau pasiennya sadar maka tidak ada masalah)
2.      Frekuensi
3.      Pola nafas
4.      Kedalaman
5.      Kualitas
6.      Penggunaan otot pernafasan
7.      Pengunaan caping hidung
C = Circulasi (Peredaran Darah)
Yang perlu dikaji yaitu
1.      Tekanan  darah
2.      Nadi
3.      Suhu
4.      Ada tidaknya perdarahan
5.      Pucat atau anemia
6.      Kapilari reftil
7.      Akral
8.      Kunjungtifa
9.      Edema
10.  Muntah
11.  Sianosis hipoksi
12.  Hasil EKG
D = Desability (Ketidakmampuan)
Yang perlu dikaji yaitu
1.      Nerologi
o   Pemeriksaan tingkat kesadaran
kualitatif
a.       CMC (Compos Mentis),samnolen,sopor,apatis,koma.
kuantitatif
b.      GCS
Mata (eye)
4=spontan membuka mata
3=dengan perintah
2=dengan memberikan rangsangan nyeri
1=tidak ada respon
Motorik
6=mengikuti perintah
5=melokalisir nyeri
4=menghindari nyeri
3=fleksi abnormal
2=ekstensi abnormal
1=tidak ada rangsangan
Verbal(komunikasi)
5=orientasi baik
4=disorientasi waktu dan tempat tapi dapat mengungkapkan kalimat
3=hanya mengucapkan kata kata
2=mengerang
1=tidak merespon
o   Reflek cahaya
a.       Isokor,bila pupil di beri cahaya maka pupil mengecil
b.      Anisokor, bila pupil di beri cahaya maka pupil tidak mengecil
o   Reflek pisiologi dan patologis
a.       Kaku kuduk
b.      Reflek kernik
2.      Respon nyeri (0-10)
0=tidak ada nyeri
1-3=nyeri ringan
4-6=nyeri sedang
7-9=nyeri berat
10=sangat nyeri
3.      Kekuatan otot(0-5)
Penilaian kekuatan otot
0=tidak ada kontraksi
1=terdapat kontraksi tapi tidak dapat bergerak
2=hanya ada gerakan sendi
3=dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi tidak dapat melawan gravitasi
4=dapat melawan gravitasi tapi tidak dapat menahan tahanan gravitasi
5=dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan penuh
a.       Anamnesis
Keluhan utama yang sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.
1)        Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat jatuh dari ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadarn di hubungkan dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, tidak responsif dan koma.
2)        Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit jantung anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
3)        Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM.
b.      Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Pola fungsi kesehatan (11 pola Gordon)
1)        Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Bila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau bidan. Bila sakit ringan seperti masuk angin kadang – kadang klien membuat jamu sendiri. Klien tidak pernah berobat ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya. Klien mengatakan kesehatan adalah hal yang penting dan ingin cepat sembuh agar bisa bekerja lagi.
2)        Pola Nutrisi/metabolic
Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan minum karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang, klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah. Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.
3)        Pola eliminasi
Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari (± 1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas tempat tidur. Sejak MRS klien belum BAB.
4)        Pola tidur dan istirahat
Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.
5)        Pola kognitif-perseptual
Klien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi jelas. Klien mengatakan penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa membuka mata lama-lama karena masih mengeluh pusingdan mual. Klien mengeluh telinga kiri terasa penuh berisi cairan sehingga pendengaran agak terganggu. Tampak otore keluar dari telinga kiri. Klien juga mengeluh sakit kepala seperti berdenyut-denyut terutama di bagian kanan dan kadang-kadang disertai pusing-pusing. Klien tampak meringis terutama saat bergerak. Skala nyeri 4-5 (sedang).
6)        Pola persepsi diri/konsep diri
Klien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di sebelahnya.


7)        Pola seksual dan reproduksi
Klien sudah tiga tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak. Menstruasi teratur setiap 28 -30 hari sekali. Klien tidak memakai alat kontrasepsi.
8)        Pola peran-hubungan
Saat ini klien ditunggu oleh suaminya dan hubungan mereka terlihat baik. Keluarga besar klien ada di Jawa. Di Bali klien punya beberapa famili dan teman-teman yang sudah datang menjenguk klien tadi pagi.
9)        Pola manajemen koping stress
Bila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan minta pendapat dari suami dan teman-teman. Suami mengatakan klien cukup terbuka terhadap masalah yang dialaminya.
10)    Pola keyakinan-nilai
Klien dan suami beragama Islam dan biasa sholat setiap hari. Setelah MRS klien hanya berdoa dari tempat tidur.
d.      Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. 
e.       Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran CKR atau COR dengan GCS 13-15, CKS dengan GCS 9-12, CKB dengan GCS ≤ 8.
3.        Diagnosa dan Intervensi
a.         Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan intracranial ditandai dengan
DS :
-    Mengatakan kejang
DO :
-    Perubahan tingkat kesadaran
-    Gangguan atau kehilangan memori
-    Defisit sensori
-    Perubahan tanda vital
-    Perubahan pola istirahat
-    Retensi urine
-    Gangguan berkemih
-    Nyeri akut atau kronis
-    Demam
-    Mual , muntah
Intervensi 
1)        Ubah posisi klien secara bertahap 
Rasional    : Klien dengan paraplegia beresiko menglami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai respons klien mencegah terjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen dibawa oleh darah.
2)        Jaga suasana tenang
Rasional    : Suasana tenang akan memberikan rasa nyama pda klien dan mencegah ketegangan
3)        Kurangi cahaya ruangan
Rasional    : Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap peningkatan TIK
b.         Gangguan ferfusi jaringan serebral b.d desak ruang sekunder dari kompresi korteks cerebri
DS :
DO :
-    GCS 12 (blackout, post trepanasi)
-    TD : 67/42 mmHg
-    N : 76x / menit
-    Pupil anisocor



Intervensi 
1)        Kaji faktor penyebab dari situasi kemungkinan penyebab peningkatan TIK
Rasional    : deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2)        Memonitor TTV tiap 4 jam
Rasional    : suatu keadaan normal bila sirkulasi cerebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator  kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah cerebral.
3)        Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
Rasional    : perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jigularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena cerebral) untuk itu dapat meningkatkan tekanan intracranial.
c.         pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan ditandai dengan sulit bernafas dan sesak nafas
DS:
-     Kien mengatakan sulit bernapas dan sesak napas
DO : 
-    Gangguan visual
-    Penurunan karbondioksida
-    Takikardia
-    Tidak dapat istirhat
-    Somnolen
-    Irritabilitas
-    Hipoksia
-    Bingung
-    Dispnea
-    Perubahan warna kulit (pucat , sianosis)
-    Hipoksemia
Intervensi :
1)      berikan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke posisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional    : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit
2)      Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional    : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.
3)      Jelaskan pada klien tentang etiologi/ faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru
Rasional    : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
d.        Kekurangan volume cairan yang b.d penurunan kesadaran dan disfungsi hormonal ditandai dengan
DS :
DO: 
-    Perubahan turgor kulit
-    Perubahan tanda vital
-    Akral dingin
-    Penurunan BB mendadak 
-    Perubahan nilai metabolism


Intervensi
1)      Pantau keseimbangan cairan 
Rasioanal    :  Kerusakan otak dapat menghasilkan disfungsi hormonal dan metabolic
2)      Pemeriksaan serial elektrolit darah atau urine dan osmolaritas
Rasional : Hal ini dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium. Retensi natrium dapat terjadi beberapa hari, diikuti dengan dieresis natrium. Peningkatan letargi, konfusi, dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3)      Evaluasi elektrolit
Rasional : Fungsi elektrolit dievaluasi dengan memantau elektrolit, glukosa serum, serta intake dan output.
e.         imobilitas fisik b.d gangguan neurovascular
DS :
DO :
-    Kelemahan
-    Parestesia
-    Paralisis
-    Ketidakmampuan
-    Kerusakan koordinasi
-    Keterbatasan rentang gerak
-    Penurunan kekuatan otot
Intervensi
1)      Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstermitas
Rasional    : Lobus frontal dan oxipital berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau peningkatan tekanan.
2)      Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional    : Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu posisi sehingga jaringan yang tertekan akan kehilangan nutrisi yang dibawa darah melalui oksigen.
3)      Lakukan latihan secara teratur dan letakan telapak kaki klien dilantai saat duduk dikursi atau papan penyangga saat di tempat tidur.
Rasional    : Mencegah deformitas dan komplikasi seperti footdrop



























BAB III

PENUTUP


Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1.         Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
2.         Dapat menilai batasan GCS.
3.         Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan cedera kepala.
4.         Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di rumah sakit maupun di rumah.




DAFTAR  PUSTAKA


Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salema Medika
Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga
http://id.scribd.com/doc/85827418/Laporan-Kasus-Cedera-Kepala  (di unduh pada tanggal 21 November 2012)
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-kepala.html (di unduh pada tanggal 26 November 2012)
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-cedera-kepala-ringan/ (di unduh pada tanggal 26 November 2012)
















 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB II PEMBAHASAN







ii
 
 


KATA PENGANTAR

Dengan kebesaran Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah "Cidera Kepala Berat".
Adapun makalah "Cidera Kepala Berat" ini telah penulis usahakan dapat disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini.
Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah "Cidera Kepala Berat" ini bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.

Pariaman,     November  2014

Penulis




i
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Manajemen Pelayanan Kebidanan

MAKALAH ORGANISASI MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN Tentang MANAJEMEN KEPEMIMPINAN

Makalah Pemeriksaan Labor dan Diagnostik